Jumat, 11 Juli 2014

Materi Sejarah Indonesia

AKRAB SENADA
Yuni Septiani,S.Pd
ii Kelas X
Hak Cipta © 2013 pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Dilindungi Undang-Undang
MILIK NEGARA
TIDAK DIPERDAGANGKAN
Disklaimer: Buku ini merupakan buku siswa yang dipersiapkan Pemerintah dalam rangka
implementasi Kurikulum 2013. Buku siswa ini disusun dan ditelaah oleh berbagai pihak di bawah
koordinasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan dipergunakan dalam tahap awal penerapan
Kurikulum 2013. Buku ini merupakan “dokumen hidup” yang senantiasa diperbaiki, diperbaharui,
dan dimutakhirkan sesuai dengan dinamika kebutuhan dan perubahan zaman. Masukan dari
berbagai kalangan diharapkan dapat meningkatkan kualitas buku ini.
Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Indonesia. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Sejarah Indonesia/Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. -- Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan , 2013.
viii, 216 hlm. : ilus. ; 25 cm.
Untuk Kelas X
ISBN 978-602-282-107-6(jilid lengkap)
ISBN 978-602-282-108-3 (jilid 1)
1. Indonesia — Sejarah — Studi dan Pengajaran I. Judul
II. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
959.8
Kontributor Naskah : Restu Gunawan, Sardiman AM, Amurwani Dwi L., Mestika Zed,
Wahdini Purba, Wasino, dan Agus Mulyana.
Penelaah : Dadang Supardan.
Penyelia Penerbitan : Politeknik Negeri Media Kreatif, Jakarta.
Cetakan Ke-1, 2013
Disusun dengan huruf Frutiger, 11 pt
Sejarah Indonesia iii
KATA PENGANTAR
Kurikulum 2013 dirancang untuk memperkuat kompetensi
peserta didik dari sisi pengetahuan, keterampilan, dan sikap
secara utuh. Keutuhan tersebut menjadi dasar dalam perumusan
kompetensi dasar tiap mata pelajaran, sehingga kompetensi dasar
tiap mata pelajaran mencakup kompetensi dasar kelompok sikap,
kompetensi dasar kelompok pengetahuan, dan kompetensi dasar
kelompok keterampilan. Semua mata pelajaran dirancang mengikuti
rumusan tersebut.
Pembelajaran Sejarah Indonesia untuk Kelas X jenjang
Pendidikan Menengah yang disajikan dalam buku ini juga tunduk
pada ketentuan tersebut. Sejarah Indonesia bukan berisi materi
pembelajaran yang dirancang hanya untuk mengasah kompetensi
pengetahuan peserta didik. Sejarah Indonesia adalah mata pelajaran
yang membekali peserta didik dengan pengetahuan tentang
dimensi ruang-waktu perjalanan sejarah Indonesia, keterampilan
dalam menyajikan pengetahuan yang dikuasainya secara konkret
dan abstrak, serta sikap menghargai jasa para pahlawan yang telah
meletakkan pondasi bangunan negara Indonesia beserta segala
bentuk warisan sejarah, baik benda maupun takbenda. Sehingga
terbentuk pola pikir peserta didik yang sadar sejarah.
Sebagai pelajaran wajib yang harus diambil oleh semua peserta
didik yang belum tentu berminat dalam bidang sejarah, buku ini
disusun menggunakan pendekatan regresif yang lebih populer.
Melalui pengamatan terhadap kondisi sosial-budaya dan sejumlah
warisan sejarah yang bisa dijumpai saat ini, peserta didik diajak
mengarungi garis waktu mundur ke masa lampau saat terjadinya
peristiwa yang melandasi terbentuknya peradaban yang melatarbelakangi
kondisi sosial-budaya dan warisan sejarah tersebut.
Pembahasan dilanjutkan dengan peristiwa-peristiwa berikutnya
yang menyebabkan berkembang atau menyusutnya peradaban
tersebut sehingga menjadi yang tersisa saat ini.
iv Kelas X
Buku ini menjabarkan usaha minimal yang harus dilakukan
peserta didik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Sesuai
dengan pendekatan yang digunakan dalam Kurikulum 2013, peserta
didik diajak menjadi berani untuk mencari sumber belajar lain
yang tersedia dan terbentang luas di sekitarnya. Peran guru dalam
meningkatkan dan menyesuaikan daya serap peserta didik dengan
ketersediaan kegiatan pada buku ini sangat penting. Guru dapat
memperkayanya dengan kreasi dalam bentuk kegiatan-kegiatan
lain yang sesuai dan relevan yang bersumber dari lingkungan sosial
dan alam.
Sebagai edisi pertama, buku ini sangat terbuka dan perlu
terus dilakukan perbaikan dan penyempurnaan. Untuk itu, kami
mengundang para pembaca memberikan kritik, saran dan masukan
untuk perbaikan dan penyempurnaan pada edisi berikutnya. Atas
kontribusi tersebut, kami ucapkan terima kasih. Mudah-mudahan
kita dapat memberikan yang terbaik bagi kemajuan dunia
pendidikan dalam rangka mempersiapkan generasi seratus tahun
Indonesia Merdeka (2045).
Jakarta, Mei 2013
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Mohammad Nuh
Sejarah Indonesia v
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................... iii
Daftar Isi ........................................................................ v
Bab I
Menelusuri Peradaban Awal di Kepulauan Indonesia ...... 1
A. Sebelum Mengenal Tulisan ........................................ 1
B. Terbentuknya Kepulauan Indonesia …........................ 6
C. Mengenal Manusia Purba …..................................... 15
1. Sangiran …........................................................... 16
2. Trinil, Ngawi, Jawa Timur …................................. 18
D. Perkembangan Teknologi …...................................... 25
1. Antara Batu dan Tulang …...............................… 26
2. Antara Pantai dan Gua …...............................…. 28
3. Sebuah Revolusi ................................................. 31
E. Pola Hunian ….......................................................... 35
F. Mengenal Api .....................................................….. 38
G. Dari Berburu-Meramu sampai Bercocok Tanam ........... 39
H. Sistem Kepercayaan ................................................... 43
I. Kedatangan Deutro dan Protomelayu ........................ 46
J. Kesimpulan ….......................................................... 50
vi Kelas X
Bab II
Pedagang, Penguasa dan Pujangga pada Masa Klasik
(Hindu dan Buddha) ......................................................... 55
A. Dari Lembah Indus sampai Muarakaman ……......….. 56
1. Lahirnya Agama Hindu …..................................... 58
2. Lahirnya Agama Buddha ...................................... 60
3. Masuknya Pengaruh Hindu-Buddha …................. 61
B. Kerajaan-Kerajaan pada Masa Hindu-Buddha …........... 65
1. Kerajaan Kutai ................................ …...............… 66
2. Kerajaan Tarumanegara ........................................ 69
3. Kerajaan Kalingga ................................................. 74
4. Kerajaan Sriwijaya ............................ …............…. 76
5. Kerajaan Mataram Kuno …...............................… 87
Latihan Ulangan Semester 1 ........................................... 101
6. Kerajaan Kediri …..........................................….. 105
7. Kerajaan Singhasari …......................................... 108
8. Kerajaan Majapahit .......................................….. 115
9. Kerajaan Buleleng dan
Kerajaan Dinasti Warmadewa di Bali ................... 123
C. Terbentuknya Jaringan Nusantara melalui Perdagangan 124
D. Akulturasi Kebudayaan Nusantara
dan Hindu-Buddha .................................................... 130
1. Seni Bangunan …................................................. 130
2. Seni Rupa dan Seni Ukir ……............................... 130
3. Seni Sastra dan Aksara ……................................. 131
4. Sistem Kepercayaan ….......................................... 132
5. Sistem Pemerintahan …....................................... 133
E. Kesimpulan ............................................................... 134
Sejarah Indonesia vii
Bab III
Islamisasi dan Silang Budaya di Nusantara ................... 137
A. Kedatangan Islam ke Nusantara …............................. 137
B. Islam dan Jaringan Perdagangan Antarpulau .............. 143
C. Islam Masuk Istana Raja ….......................................... 151
1. Kerajaan Islam di Sumatra .................................. 152
2. Kerajaan Islam di Jawa ......................................... 155
3. Kerajaan-Kerajaan Islam di Kalimantan ................ 168
4. Kerajaan-Kerajaan Islam di Sulawesi …................. 171
5. Kerajaan-Kerajaan Islam di Maluku ..................... 175
6. Kerajaan-Kerajaan Islam di Papua …..................... 176
7. Kerajaan-kerajaan Islam di Nusa Tenggara ........... 179
D. Terbentuknya Jaringan Keilmuan di Nusantara ........... 181
E. Antara Akulturasi dan Perkembangan Budaya Islam .... 185
1. Seni Bangunan .................................................... 186
2. Seni Ukir ............................................................. 192
3. Aksara dan Seni Sastra ........................................ 193
4. Kesenian ….......................................................... 194
5. Kalender ..........................................................…. 195
G. Islam dan Proses Integrasi ......................................... 196
1. Peranan Para Ulama dalam Proses Integrasi ........... 196
2. Peran Perdagangan Antarpulau ............................ 197
3. Peran Bahasa ......................................................... 198
H. Kesimpulan .............................................................. 200
Latihan Ulangan Semester 2 ........................................... 202
Glosarium .....................................................................… 206
Daftar Pustaka …............................................................... 212
viii Kelas X
Gambar 1.1 Waruga
Sumber: Direktorat Geografi Sejarah. 2009. Atlas Prasejarah Indonesia.
Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
Sejarah Indonesia 1
A. Sebelum Mengenal Tulisan
„„ Mengamati Lingkungan
Kutipan di atas menunjukkan bahwa keberadaan tanah air
kita tidak dapat dilepaskan dari rangkaian peristiwa alam yang sudah
terjadi sejak zaman dahulu kala. Jadi, dinamika sejarah yang telah
bermula sejak manusia ada, jika dirunut hingga sekarang, kita akan
menemukan betapa kesinambungan sejarah tidak mudah terputus,
betapapun segala macam perubahan telah terjadi. Coba kamu
Bab I
Menelusuri
Peradaban Awal di
Kepulauan Indonesia
Indonesia terletak di persimpangan tiga lempeng benua-ketiganya
bertemu di sini-menciptakan tekanan sangat besar pada lapisan kulit
bumi. Akibatnya, lapisan kulit bumi di wilayah ini terdesak ke atas,
membentuk paparan-paparan yang luas dan beberapa pegunungan
yang sangat tinggi. Seluruh wilayah ini sangat rentan terhadap
gempa bumi hebat dan letusan gunung berapi dahsyat yang kerap
mengakibatkan kerusakan parah. Hal ini terlihat dari beberapa
catatan geologis. Gempa bumi dan tsunami mengerikan yang
dialami Aceh belum lama ini hanyalah episode terakhir dari seluruh
rangkaian peristiwa panjang dalam masa prasejarah dan sejarah.
(Arysio Santos, 2010)
2 Kelas X
renungkan, apakah yang terjadi ketika tawuran anak-anak sekolah
berlangsung? Bukankah sering kali mereka saling melempar batu?
Batu pula senjata yang paling awal digunakan umat manusia dalam
mempertahankan hidupnya. Jadi anak sekolah di zaman modern
ini—zaman yang bahkan dikatakan “era globalisasi”, ketika tiada lagi
batas-batas yang menghambat hubungan kebudayaan—ternyata
masih mempraktikkan tradisi manusia purba pada masa praaksara.
Untuk mengetahui apa, siapa, dan bagaimana kehidupan manusia
zaman praaksara kamu dapat mempelajari bacaan di bawah ini.
Manusia purba tidak mengenal tulisan dalam kebudayaannya.
Periode kehidupan ini dikenal dengan zaman praaksara. Masa
praaksara berlangsung sangat lama jauh melebihi periode kehidupan
manusia yang sudah mengenal tulisan. Oleh karena itu, untuk
dapat memahami perkembangan kehidupan manusia pada zaman
praaksara kita perlu mengenali tahapan-tahapannya.
„„ Memahami Teks
Sebelum mengenali tahapan-tahapan atau pembabakan
perkembangan kehidupan dan kebudayaan zaman praaksara,
perlu kamu ketahui lebih dalam apa yang dimaksud zaman
praaksara. Praaksara adalah istilah baru untuk menggantikan istilah
prasejarah. Penggunaan istilah prasejarah untuk menggambarkan
perkembangan kehidupan dan budaya manusia saat belum mengenal
tulisan adalah kurang tepat. Pra berarti sebelum dan sejarah adalah
sejarah sehingga prasejarah berarti sebelum ada sejarah. Sebelum
ada sejarah berarti sebelum ada aktivitas kehidupan manusia. Dalam
kenyataannya sekalipun belum mengenal tulisan, makhluk yang
dinamakan manusia sudah memiliki sejarah dan sudah menghasilkan
kebudayaan. Oleh karena itu, para ahli mempopulerkan istilah
praaksara untuk menggantikan istilah prasejarah.
Sejarah Indonesia 3
Praaksara berasal dari dua kata, yakni pra yang berarti sebelum
dan aksara yang berarti tulisan. Dengan demikian zaman praaksara
adalah masa kehidupan manusia sebelum mengenal tulisan. Ada
istilah yang mirip dengan istilah praaksara, yakni istilah nirleka. Nir
berarti tanpa dan leka berarti tulisan. Karena belum ada tulisan maka
untuk mengetahui sejarah dan hasil-hasil kebudayaan manusia
adalah dengan melihat beberapa sisa peninggalan yang dapat kita
temukan. Kapan waktu dimulainya zaman praaksara? Kapan zaman
praaksara itu berakhir? Zaman praaksara dimulai sudah tentu sejak
manusia ada, itulah titik dimulainya masa praaksara. Zaman praaksara
berakhir setelah manusianya mulai mengenal tulisan. Pertanyaan
yang sulit untuk dijawab adalah kapan tepatnya manusia itu mulai
ada di bumi ini sebagai pertanda dimulainya zaman praaksara.
Sampai sekarang para ahli belum dapat secara pasti menunjuk
waktu kapan mulai ada manusia di muka bumi ini. Tetapi yang jelas
untuk menjawab pertanyaan itu kamu perlu memahami kronologi
perjalanan kehidupan di permukaan bumi yang rentang waktunya
sangat panjang. Bumi yang kita huni sekarang diperkirakan mulai
terjadi sekitar 2.500 juta tahun yang lalu.
Bagaimana kalau kita ingin melakukan
kajian tentang kehidupan zaman praaksara?
Untuk menyelidiki zaman praaksara, para
sejarawan harus menggunakan metode
penelitian ilmu arkeologi dan sedikit banyak juga
pada ilmu alam seperti geologi dan biologi. Ilmu
arkeologi adalah bidang ilmu yang mengkaji
bukti-bukti atau jejak tinggalan fisik, seperti lempeng artefak,
monumen, candi dan sebagainya. Berikutnya menggunakan ilmu
geologi dan percabangannya, terutama yang berkenaan dengan
pengkajian usia lapisan bumi dan biologi berkenaan dengan kajian
tentang ragam hayati (biodiversitas) makhluk hidup.
Untuk memperkaya
pengetahuan tentang hal
ini, kamu bisa membaca
Koentjaraningrat. Manusia
dan Kebudayaan Indonesia
dan Habib Mustopo, dkk.
Sejarah 1.
4 Kelas X
Mengingat jauhnya jarak waktu masa praaksara dengan kita
sekarang, maka tidak jarang orang mempersoalkan apa perlunya
kita belajar tentang zaman praaksara yang sudah lama ditinggalkan
oleh manusia modern. Tetapi pandangan seperti ini sungguh
menyesatkan, sebab tentu ada hubungannya dengan kekinian kita.
Beberapa di antaranya akan dikemukakan berikut ini.
Data etnografi yang menggambarkan kehidupan masyarakat
praaksara ternyata masih berlangsung sampai sekarang. Entah itu
pola hunian, pola pertanian subsistensi, teknologi tradisional dan
konsepsi kepercayaan tentang hubungan harmoni antara manusia
dan alam, bahkan kebiasaan memelihara hewan seperti anjing dan
kucing di lingkungan manusia modern perkotaan. Demikian pula
kebiasaan bertani merambah hutan dengan motede ‘tebang lalu
bakar’ (slash and burn) untuk memenuhi kebutuhan secukupnya
masih ada hingga kini. Namun, kebiasaan merambah hutan dan
hidup berpindah-pindah pada masa lampau tidak menimbulkan
malapetaka asap yang mengganggu penerbangan domestik. Selain
itu, juga mengganggu bandara negara tetangga Singapura dan
Malaysia seperti yang sering terjadi akhir-akhir ini. Teknologi manusia
modernlah yang mampu melakukan perambahan hutan secara
besar-besaran, entah itu untuk perkebunan atau pertambangan,
dan permukiman real estate sehingga menimbulkan malapetaka
kabut asap dan kerusakan lingkungan.
Arti penting dari pembelajaran tentang sejarah kehidupan
zaman praaksara pertama-tama adalah kesadaran akan asal-usul
manusia. Tumbuhan memiliki akar. Semakin tinggi tumbuhan itu,
semakin dalam pula akarnya menghunjam ke bumi hingga tidak
mudah tumbang dari terpaan angin badai atau bencana alam
lainnya. Demikian pula halnya dengan manusia. Semakin berbudaya
seseorang atau kelompok masyarakat, semakin dalam pula kesadaran
kolektifnya tentang asal usul dan penghargaan terhadap tradisi.
Jika tidak demikian, manusia yang melupakan budaya bangsanya
akan mudah terombang ambing oleh terpaan budaya asing yang
lebih kuat, sehingga dengan sendirinya kehilangan identitas diri.
Sejarah Indonesia 5
Jadi bangsa yang gampang meninggalkan tradisi nenek moyangnya
akan mudah didikte oleh budaya dominan dari luar yang bukan
miliknya.
Kita bisa belajar banyak dari keberhasilan dan capaian
prestasi terbaik dari pendahulu kita. Sebaliknya kita juga belajar dari
kegagalan mereka yang telah menimbulkan malapetaka bagi dirinya
atau bagi banyak orang. Untuk memetik pelajaran dari uraian ini,
dapat kita katakan bahwa nilai terpenting dalam pembelajaran
sejarah tentang zaman praaksara, dan sesudahnya ada dua yaitu
sebagai inspirasi untuk pengembangan nalar kehidupan dan sebagai
peringatan. Selebihnya kecerdasan dan pikiran-pikiran kritislah yang
akan menerangi kehidupan masa kini dan masa depan.
Sekarang muncul pertanyaan, sejak kapan zaman praaksara
berakhir? Sudah barang tentu zaman praaksara itu berakhir setelah
kehidupan manusia mulai mengenal tulisan. Terkait dengan masa
berakhirnya zaman praaksara masing-masing tempat akan berbeda.
Penduduk di Kepulauan Indonesia baru memasuki masa aksara
sekitar abad ke-4 dan ke-5 M. Hal ini jauh lebih terlambat bila
dibandingkan di tempat lain misalnya Mesir dan Mesopotamia yang
sudah mengenal tulisan sejak sekitar tahun 3000 S.M. Fakta-fakta
masa aksara di Kepulauan Indonesia dihubungkan dengan temuan
prasasti peninggalan kerajaan tua seperti Kerajaan Kutai di Muara
Kaman, Kalimantan Timur.
6 Kelas X
Uji Kompetensi
1. Mengapa istilah praaksara lebih tepat dibandingkan dengan
istilah prasejarah untuk menggambarkan kehidupan manusia
sebelum mengenal tulisan.
2. Bagaimana secara metodologis kita dapat mengetahui kehidupan
manusia sebelum mengenal tulisan.
3. Mesir mengakhiri zaman praaksara sekitar tahun 3000 S.M,
tetapi di Indonesia baru abad ke-4 sampai ke-5 M. Mengapa
demikian?
4. Apa saja pelajaran yang dapat kita peroleh dari belajar kehidupan
pada zaman praaksara?
B. Terbentuknya Kepulauan Indonesia
„„ Mengamati lingkungan
Bumi kita yang terhampar luas ini diciptakan Tuhan Yang
Maha Pencipta untuk kehidupan dan kepentingan hidup manusia.
Di bumi ini hidup berbagai flora dan fauna serta tempat bersemainya
manusia dengan keturunannya. Di bumi ini kita bisa menyaksikan
keindahan alam, kita bisa beraktivitas dan berikhtiar memenuhi
kebutuhan hidup kita. Namun harus dipahami bahwa bumi kita juga
sering menimbulkan bencana. Sebagai contoh munculnya aktivitas
lempeng bumi yang kemudian melahirkan gempa bumi baik
tektonis maupun vulkanis, bahkan sampai menimbulkan tsunami.
Sebagai contoh tentu kamu masih ingat bagaimana gempa dan
Sejarah Indonesia 7
tsunami yang terjadi di Aceh, gempa bumi di Yogyakarta, di Papua
dan beberapa di daerah lain, termasuk beberapa gunung berapi
meletus. Bencana tersebut telah mengakibatkan ribuan nyawa
hilang dan harta benda melayang.
Fenomena alam yang terjadi itu merupakan bagian tak
terpisahkan dari aktivitas panjang bumi kita sejak proses terjadinya
alam semesta ratusan bahkan ribuan juta tahun yang lalu. Proses
tersebut secara geologis mengalami beberapa tahapan atau
pembabakan waktu. Berikut ini kita mencoba menelaah tentang
pembabakan waktu alam secara geologis dan bagaimana Kepulauan
Indonesia terbentuk.
„„ Memahami Teks
Ada banyak teori dan penjelasan tentang penciptaan
bumi, mulai dari mitos sampai kepada penjelasan agama dan
ilmu pengetahuan. Kali ini kamu belajar sejarah sebagai cabang
keilmuan, pembahasannya adalah pendekatan ilmu pengetahuan,
yakni asumsi-asumsi ilmiah, yang kiranya juga tidak perlu
bertentangan dengan ajaran agama. Salah satu di antara teori
ilmiah tentang terbentuknya bumi adalah Teori “Dentuman Besar”
(Big Bang), seperti dikemukaan oleh sejumlah ilmuwan dan yang
mutakhir seperti ilmuwan besar Inggris, Stephen Hawking. Teori
ini menyatakan bahwa alam semesta mulanya berbentuk gumpalan
gas yang mengisi seluruh ruang jagad raya. Jika digunakan teleskop
besar Mount Wilson untuk mengamatinya akan terlihat ruang
jagad raya itu luasnya mencapai radius 500.000.000 tahun cahaya.
Gumpalan gas itu suatu saat meledak dengan satu dentuman yang
amat dahsyat. Setelah itu, materi yang terdapat di alam semesta
mulai berdesakan satu sama lain dalam kondisi suhu dan kepadatan
yang sangat tinggi, sehingga hanya tersisa energi berupa proton,
neutron dan elektron, yang bertebaran ke seluruh arah.
8 Kelas X
Ledakan dahsyat itu menimbulkan gelembung-gelembung
alam semesta yang menyebar dan menggembung ke seluruh penjuru,
sehingga membentuk galaksi-galaksi bintang-bintang, matahari,
planet-planet, bumi, bulan dan meteorit. Bumi kita hanyalah salah
satu titik kecil saja di antara tata surya yang mengisi jagad semesta.
Di samping itu banyak planet lain termasuk bintang-bintang yang
menghiasi langit yang tak terhitung jumlahnya. Boleh jadi ukurannya
jauh lebih besar dari planet bumi. Bintang-bintang berkumpul
dalam suatu gugusan, meskipun antarbintang berjauhan letaknya di
angkasa. Ada juga ilmuwan astronomi yang mengibaratkan galaksi
bintang-bintang itu tak ubahnya seperti sekumpulan anak ayam,
yang tak mungkin dipisahkan dari induknya. Jadi di mana ada anak
ayam di situ pasti ada induknya. Seperti halnya dengan anak-anak
ayam, bintang-bintang di angkasa tak mungkin gemerlap sendirian
tanpa disandingi dengan bintang lainnya. Sistem alam semesta
dengan semua benda langit sudah tersusun secara menakjubkan
dan masing-masing beredar secara teratur dan rapi pada sumbunya
masing-masing.
Selanjutnya proses evolusi alam semesta itu memakan waktu
kosmologis yang sangat lama sampai beribu-ribu juta tahun.
Terjadinya evolusi bumi sampai adanya kehidupan memakan waktu
yang sangat panjang. Ilmu palaentologi membaginya dalam enam
tahap waktu geologis. Masing-masing ditandai oleh peristiwa alam
yang menonjol, seperti munculnya gunung-gunung, benua dan
makhluk hidup yang paling sederhana. Proses evolusi bumi dibagi
menjadi beberapa periode sebagai berikut.
1. Azoicum (Yunani: a = tidak; zoon = hewan), yaitu zaman
sebelum adanya kehidupan. Pada saat ini bumi baru terbentuk
dengan suhu yang relatif tinggi. Waktunya lebih dari satu
milyar tahun lalu.
2. Palaezoicum, yaitu zaman purba tertua. Pada masa ini sudah
meninggalkan fosil flora dan fauna. Berlangsung kira-kira
350.000.000 tahun.
Sejarah Indonesia 9
3. Mesozoicum, yaitu zaman purba tengah. Pada masa ini hewan
mamalia (menyusui), hewan amfibi, burung dan tumbuhan
berbunga mulai ada. Lamanya kira-kira 140.000.000 tahun.
4. Neozoicum, yaitu zaman purba baru, yang dimulai sejak
60.000.000 tahun yang lalu. Zaman ini dapat dibagi lagi
menjadi dua tahap (Tersier dan Quarter), zaman es mulai
menyusut dan makhluk-makhluk tingkat tinggi dan manusia
mulai hidup.
Merujuk pada tarikh bumi di atas, sejarah di Kepulauan
Indonesia terbentuk melalui proses yang panjang dan rumit. Sebelum
bumi didiami manusia, kepulauan ini hanya diisi tumbuhan flora
dan fauna yang masih sangat kecil dan sederhana. Alam juga harus
menjalani evolusi terus menerus untuk menemukan keseimbangan
agar mampu menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi alam dan
iklim, sehingga makhluk hidup dapat bertahan dan berkembang
biak mengikuti seleksi alam.
Gugusan kepulauan ataupun wilayah maritim seperti yang
kita temukan sekarang ini terletak di antara dua benua dan dua
samudera, antara Benua Asia di utara dan Australia di selatan, antara
Samudera Hindia di barat dan Samudera Pasifik di belahan timur.
Faktor letak ini memainkan peran strategis sejak zaman kuno sampai
sekarang. Namun sebelum itu marilah kita sebentar berkenalan
dengan kondisi alamnya, terutama unsur-unsur geologi atau unsurunsur
geodinamika yang sangat berperan dalam pembentukan
Kepulauan Indonesia.
Menurut para ahli bumi, posisi pulau-pulau di Kepulauan
Indonesia terletak di atas tungku api yang bersumber dari magma
dalam perut bumi. Inti perut bumi tersebut berupa lava cair bersuhu
sangat tinggi. Makin ke dalam tekanan dan suhunya semakin tinggi.
Pada suhu yang tinggi itu material-material akan meleleh sehingga
material di bagian dalam bumi selalu berbentuk cairan panas. Suhu
10 Kelas X
tinggi ini terus menerus bergejolak
mempertahankan cairan sejak
jutaan tahun lalu. Ketika ada celah
lubang keluar, cairan tersebut keluar
berbentuk lava cair. Ketika lava
mencapai permukaan bumi, suhu
menjadi lebih dingin dari ribuan
derajat menjadi hanya bersuhu
normal sekitar 30 derajat. Pada
suhu ini cairan lava akan membeku
membentuk batuan beku atau kerak.
Keberadaan kerak benua (daratan)
dan kerak samudera selalu bergerak
secara dinamis akibat tekanan
magma dari perut bumi. Pergerakan
unsur-unsur geodinamika ini dikenal
sebagai kegiatan tektonis.
Sebagian wilayah di Kepulauan
Indonesia merupakan titik temu di
antara tiga lempeng, yaitu lempeng
Indo-Australia di selatan, Lempeng
Eurasia di utara dan Lempeng Pasifik
di timur. Pergerakan lempenglempeng
tersebut dapat berupa
subduksi (pergerakan lempeng ke atas), obduksi (pergerakan
lempeng ke bawah) dan kolisi (tumbukan lempeng). Pergerakan
lain dapat berupa pemisahan atau divergensi (tabrakan) lempenglempeng.
Pergerakan mendatar berupa pergeseran lempenglempeng
tersebut masih terus berlangsung hingga sekarang.
Perbenturan lempeng-lempeng tersebut menimbulkan dampak
yang berbeda-beda. Namun semuanya telah menyebabkan wilayah
Kepulauan Indonesia secara tektonis merupakan wilayah yang
sangat aktif dan labil hingga rawan gempa sepanjang waktu.
Sumber : J. Tuzo Wilson. 1994. “Lempeng Tektonik” dalam Tony S.
Rahmadie (terj). Ilmu Pengetahuan Populer. Jilid 2. Grolier International
Gambar 1.2
Lapisan bumi,
mulai dari bagian
inti dalam sampai
bagian kerak
bumi
Sejarah Indonesia 11
Pada masa Paleozoikum (masa kehidupan tertua) keadaan
geografis Kepulauan Indonesia belum terbentuk seperti sekarang ini.
Di kala itu wilayah ini masih merupakan bagian dari samudera yang
sangat luas, meliputi hampir seluruh bumi. Pada fase berikutnya,
yaitu pada akhir masa Mesozoikum, sekitar 65 juta tahun lalu,
kegiatan tektonis itu menjadi sangat aktif menggerakkan lempenglempeng
Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Kegiatan ini dikenal
sebagai fase tektonis (orogenesa laramy), sehingga menyebabkan
daratan terpecah-pecah. Benua Eurasia menjadi pulau-pulau yang
terpisah satu dengan lainnya. Sebagian di antaranya bergerak ke
selatan membentuk pulau-pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan,
Sulawesi serta pulau-pulau di Nusa Tenggara Barat dan Kepulauan
Banda. Hal yang sama juga terjadi pada Benua Australia. Sebagian
pecahannya bergerak ke utara membentuk pulau-pulau Timor,
Kepulauan Nusa Tenggara Timur dan sebagian Maluku Tenggara.
Pergerakan pulau-pulau hasil pemisahan dari kedua benua tersebut
telah mengakibatkan wilayah pertemuan keduanya sangat labil.
Kegiatan tektonis yang sangat aktif dan kuat telah membentuk
rangkaian Kepulauan Indonesia pada masa Tersier sekitar 65 juta
tahun lalu.
Sebagian besar daratan Sumatra, Kalimantan dan Jawa telah
tenggelam menjadi laut dangkal sebagai akibat terjadinya proses
kenaikan permukaan laut atau transgresi. Sulawesi pada masa itu
sudah mulai terbentuk, sementara Papua sudah mulai bergeser
ke utara, meski masih didominasi oleh cekungan sedimentasi laut
dangkal berupa paparan dengan terbentuknya endapan batu
gamping. Pada kala Pliosen sekitar lima juta tahun lalu, terjadi
pergerakan tektonis yang sangat kuat, yang mengakibatkan
terjadinya proses pengangkatan permukaan bumi dan kegiatan
vulkanis. Ini pada gilirannya menimbulkan tumbuhnya (atau mungkin
lebih tepat terbentuk) rangkaian perbukitan struktural seperti
perbukitan besar (gunung), dan perbukitan lipatan serta rangkaian
gunung api aktif sepanjang gugusan perbukitan itu. Kegiatan
12 Kelas X
tektonis dan vulkanis terus aktif hingga awal masa Pleistosen, yang
dikenal sebagai kegiatan tektonis Plio-Pleistosen. Kegiatan tektonis
ini berlangsung di seluruh Kepulauan Indonesia.
Gunung api aktif dan rangkaian perbukitan struktural tersebar
di sepanjang bagian barat Pulau Sumatra, berlanjut ke sepanjang
Pulau Jawa ke arah timur hingga Kepulauan Nusa Tenggara serta
Kepulauan Banda. Kemudian terus membentang sepanjang
Sulawesi Selatan dan Utara. Pembentukan daratan yang semakin
luas itu telah membentuk Kepulauan Indonesia pada kedudukan
pulau-pulau seperti sekarang ini. Hal itu telah berlangsung sejak kala
Pliosen hingga awal Pleistosen (1,8 juta tahun lalu). Jadi pulau-pulau
di kawasan Kepulauan Indonesia ini masih terus bergerak secara
dinamis, sehingga tidak heran jika masih sering terjadi gempa, baik
vulkanis maupun tektonis.
Gambar 1.3
Pada Kala Eosen
(sekitar 55 juta
tahun yang
lalu) sebagian
Kepulauan
Indonesia
(Sumatra, Jawa,
dan Kalimantan)
masih berada dan
menyatu dengan
Benua Eurasia di
utara, sedangkan
sebagian
kepulauan lainnya
(Papua) masih
menyatu dengan
Benua Australia di
Selatan.
Sumber : Taufik Abdullah dan A.B Lapian (ed). 2012. Indonesia Dalam Arus Sejarah, Jilid I. Jakarta: PT
Ichtiar Baru van Hoeve.
Sejarah Indonesia 13
Letak Kepulauan Indonesia yang berada pada deretan gunung
api membuatnya menjadi daerah dengan tingkat keanekaragaman
flora dan fauna yang sangat tinggi. Kekayaan alam dan kondisi
geografis ini telah mendorong lahirnya penelitian dari bangsabangsa
lain. Dari sekian banyak penelitian terhadap flora dan fauna
tersebut yang paling terkenal diantaranya adalah peneliti Alfred
Russel Wallace yang membagi Indonesia dalam dua wilayah yang
berbeda berdasarkan ciri khusus baik fauna maupun floranya.
Pembagian itu adalah Paparan Sahul di sebelah timur, Paparan
Sunda di sebelah barat. Zona di antara paparan tersebut kemudian
dikenal sebagai wilayah Wallacea yang merupakan pembatas fauna
yang membentang dari Selat Lombok hingga
Selat Makassar ke arah utara. Fauna-fauna
yang berada di sebelah barat garis pembatas
itu disebut dengan Indo-Malayan region. Di
sebelah timur disebut dengan Australia Malayan
region. Garis itulah yang kemudian kita kenal
dengan Garis Wallacea.
Sumber : Storm (2001) diambil dari Taufik Abdullah dan A.B Lapian (ed). 2012. Indonesia Dalam Arus Sejarah. jilid I. Jakarta: PT Ichtiar
Baru van Hoeve.
Gambar 1.4 Peta Zoogeografi Kepulauan Indonesia
Untuk memperkaya
pengetahuan tentang hal ini,
kamu bisa membaca Alfred
Russel Wallace. Kepulauan
Nusantara.
14 Kelas X
No
1
2
3
4
Nama Gunung Jumlah korban jiwa atau rumah Tahun Meletus
No
1
2
3
4
Nama Gunung Jumlah korban jiwa atau rumah Tahun Meletus
Uji Kompetensi
1. Kita wajib bersyukur karena Tuhan Yang Maha Pencipta yang telah
menciptakan bumi kita ini dengan arif dan bijaksana serta penuh
kasih sayang kepada makhluk ciptaan-Nya. Coba beri penjelasan,
kamu dapat berdiskusi dengan anggota kelompokmu!
2. Menurut kamu nilai-nilai apa yang dapat dipetik dari proses
terbentuknya pulau-pulau di Kepulauan Indonesia?
3. Hikmah apa yang dapat kita peroleh dengan bertempat tinggal
di wilayah yang sering terjadi bencana alam?
4. Di setiap daerah tentu ada cerita rakyat ataupun dongeng yang
berkaitan dengan gempa bumi maupun gunung meletus, coba
kamu cari dan tuliskan dalam bentuk cerita 3 – 4 halaman,
kemudian diskusikan.
5. Sebutkan gunung api yang pernah meletus di daerahmu dan di
Indonesia!
6. Sebutkan bencana alam (tektonik) yang pernah terjadi
di daerahmu dan di Indonesia
Sejarah Indonesia 15
C. Mengenal Manusia Purba
„„ Mengamati lingkungan
Pernahkah kamu mendengar
tentang Situs Manusia Purba
Sangiran? Kini Situs Manusia
Purba Sangiran telah ditetapkan
oleh UNESCO sebagai warisan
budaya dunia, tentu ini sangat
membanggakan bangsa Indonesia.
Pengakuan tersebut tentu didasari
berbagai pertimbangan yang
kompleks. Satu di antaranya
karena di wilayah tersebut
tersimpan ribuan peninggalan
manusia purba yang menunjukkan
proses kehidupan manusia dari
masa lalu. Sangiran telah menjadi
sentra kehidupan manusia purba.
Berbagai penelitian dari para ahli
juga dilakukan di sekitar Sangiran.
Beberapa temuan fosil di Sangiran telah mendorong para ahli untuk
terus melakukan penelitian termasuk di luar Sangiran.
Dari Sangiran kita mengenal beberapa jenis manusia purba di
Indonesia. Setelah ditetapkan sebagai warisan dunia, Situs Manusia
Purba Sangiran dikembangkan sebagai pusat penelitian dalam
negeri dan luar negeri, serta sebagai tempat wisata. Selain itu
Sangiran juga memberi manfaat kepada masyarakat di sekitarnya,
karena pariwisata di daerah tersebut.
Untuk memahami jenis dan ciri-ciri manusia purba di Indonesia
mari kita telaah bacaan berikut ini.
Gambar
1.5 Litologi,
Stratigrafi dan
Lingkungan
Purba Sangiran
Sumber : Direktorat Geografi Sejarah. 2009. Atlas Prasejarah Indonesia Masa
Islam, Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
16 Kelas X
„„ Memahami Teks
Peninggalan manusia purba untuk sementara ini yang paling
banyak ditemukan berada di Pulau Jawa. Meskipun di daerah lain
tentu juga ada, tetapi para peneliti belum berhasil menemukan
tinggalan tersebut atau masih sedikit yang berhasil ditemukan,
misalnya di Flores. Di bawah ini akan dipaparkan beberapa
penemuan penting fosil manusia di beberapa tempat.
1. Sangiran
Perjalanan kisah perkembangan manusia di dunia tidak dapat
kita lepaskan dari keberadaan bentangan luas perbukitan tandus
yang berada diperbatasan Kabupaten Sragen dan Kabupaten
Karanganyar. Lahan itu dikenal dengan nama Situs Sangiran. Di
dalam buku Harry Widianto dan Truman Simanjuntak, Sangiran
Menjawab Dunia diterangkan bahwa Sangiran merupakan
sebuah kompleks situs manusia purba dari Kala Pleistosen yang
paling lengkap dan paling penting di Indonesia, dan bahkan di Asia.
Lokasi tersebut merupakan pusat perkembangan manusia dunia,
yang memberikan petunjuk tentang keberadaan
manusia sejak 150.000 tahun yang lalu. Situs
Sangiran itu mempunyai luas delapan kilometer
pada arah utara-selatan dan tujuh kilometer arah
timur-barat. Situs Sangiran merupakan suatu
kubah raksasa yang berupa cekungan besar
di pusat kubah akibat adanya erosi di bagian
puncaknya. Kubah raksasa itu diwarnai dengan
perbukitan yang bergelombang. Kondisi deformasi
geologis itu menyebabkan tersingkapnya berbagai
lapisan batuan yang mengandung fosil-fosil
manusia purba dan binatang, termasuk artefak.
Berdasarkan materi tanahnya, Situs Sangiran
berupa endapan lempung hitam dan pasir fluviovolkanik,
tanahnya tidak subur dan terkesan
gersang pada musim kemarau.
Gambar 1.6 Von
Koeningswald.
Sumber : Phillip V. Tobias, Paläontologische
Zeitschrift, December 1983, Volume 57.
Sejarah Indonesia 17
Sangiran pertama kali ditemukan oleh P.E.C. Schemulling
tahun 1864, dengan laporan penemuan fosil vertebrata dari Kalioso,
bagian dari wilayah Sangiran. Semenjak dilaporkan Schemulling
situs itu seolah-olah terlupakan dalam waktu yang lama. Eugene
Dubois juga pernah datang ke Sangiran, akan tetapi ia kurang
tertarik dengan temuan-temuan di wilayah Sangiran. Pada 1934,
G.H.R von Koenigswald menemukan artefak litik di wilayah
Ngebung yang terletak sekitar dua km di barat laut kubah Sangiran.
Artefak litik itulah yang kemudian menjadi temuan penting bagi Situs
Sangiran. Semenjak penemuan von Koenigswald, Situs Sangiran
menjadi sangat terkenal berkaitan dengan penemuan-penemuan
fosil Homo erectus secara sporadis dan berkesinambungan. Homo
erectus adalah takson paling penting dalam sejarah manusia,
sebelum masuk pada tahapan manusia Homo sapiens, manusia
modern.
Situs Sangiran tidak hanya memberikan gambaran tentang
evolusi fisik manusia saja, akan tetapi juga memberikan gambaran
nyata tentang evolusi budaya, binatang, dan juga lingkungan.
Beberapa fosil yang ditemukan dalam seri geologis-stratigrafis yang
diendapkan tanpa terputus selama lebih dari dua juta tahun,
menunjukan tentang hal itu. Situs Sangiran telah diakui sebagai
salah satu pusat evolusi manusia di dunia. Situs itu ditetapkan secara
resmi sebagai Warisan Dunia pada 1996, yang tercantum dalam
nomor 593 Daftar Warisan Dunia (World Heritage List) UNESCO.
Perhatikan baik-baik gambar fosil
manusia purba di samping, fosil itu juga disebut
sebagai Sangiran 17 sesuai dengan nomor seri
penemuannya. Fosil itu merupakan fosil Homo
erectus yang terbaik di Sangiran. Ia ditemukan di
endapan pasir fluvio-volkanik di Pucang, bagian
wilayah Sangiran. Fosil itu merupakan dua di
antara Homo erectus di dunia yang masih lengkap
dengan mukanya. Satu ditemukan di Sangiran dan
satu lagi di Afrika.
Gambar 1.7 Fosil
Manusia Purba
yang ditemukan
di Sangiran
Sumber : Dok. Harry WIdianto Balai Pelestarian
Situs Manusia Purba Saingiran.
18 Kelas X
2. Trinil, Ngawi, Jawa Timur
Trinil adalah sebuah desa di pinggiran Bengawan Solo, masuk
wilayah administrasi Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Tinggalan
purbakala telah lebih dulu ditemukan di daerah ini jauh sebelum
von Koenigswald menemukan Sangiran pada 1934. Ekskavasi
yang dilakukan oleh Eugene Dubois di Trinil telah membawa
penemuan sisa-sisa manusia purba yang sangat berharga bagi
dunia pengetahuan. Penggalian Dubois dilakukan pada endapan
alluvial Bengawan Solo. Dari lapisan ini ditemukan atap tengkorak
Pithecanthropus erectus, dan beberapa buah tulang paha (utuh dan
fragmen) yang menunjukkan pemiliknya telah berjalan tegak.
Tengkorak Pithecanthropus erectus dari Trinil
sangat pendek tetapi memanjang ke belakang.
Volume otaknya sekitar 900 cc, di antara otak kera
(600 cc) dan otak manusia modern (1.200-1.400
cc). Tulang kening sangat menonjol dan di bagian
belakang mata, terdapat penyempitan yang sangat
jelas, menandakan otak yang belum berkembang.
Pada bagian belakang kepala terlihat bentuk yang
meruncing yang diduga pemiliknya merupakan
perempuan. Berdasarkan kaburnya sambungan
perekatan antar tulang kepala, ditafsirkan inividu
ini telah mencapai usia dewasa. Selain tempattempat
di atas, peninggalan manusia purba tipe ini
juga ditemukan di Perning, Mojokerto, Jawa Timur;
Ngandong, Blora, Jawa Tengah; Sambungmacan,
Sragen, Jawa Tengah.
Gambar 1.8 Eugene Dubois yang
dalam hidupnya banyak diabdikan
untuk menggali fosil manusia purba
Sumber : Harry Widianto dan Truman Simanjuntak.
2011. Sangiran Menjawab Dunia (Edisi Khusus).
Jawa Tengah: Balai Pelastarian Situs Manusia Purba
Sangiran
Sejarah Indonesia 19
Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan oleh para
ahli, dapatlah direkonstruksi beberapa jenis manusia purba yang
pernah hidup di zaman praaksara.
1. Jenis Meganthropus
Jenis manusia purba ini terutama berdasarkan penelitian
von Koenigswald di Sangiran tahun 1936 dan 1941 yang
menemukan fosil rahang manusia yang berukuran besar. Dari
hasil rekonstruksi ini kemudian para ahli menamakan jenis
manusia ini dengan sebutan Meganthropus paleojavanicus,
artinya manusia raksasa dari Jawa. Jenis manusia purba
ini memiliki ciri rahang yang kuat dan badannya tegap.
Diperkirakan makanan jenis manusia ini adalah tumbuhtumbuhan.
Masa hidupnya diperkirakan pada zaman
Pleistosen Awal.
2. Jenis Pithecanthropus
Jenis manusia ini didasarkan pada penelitian Eugene
Dubois tahun 1890 di dekat Trinil, sebuah desa di pinggiran
Bengawan Solo, di wilayah Ngawi. Setelah direkonstruksi
terbentuk kerangka manusia, tetapi masih
terlihat tanda-tanda kera. Oleh karena itu
jenis ini dinamakan Pithecanthropus erectus,
artinya manusia kera yang berjalan tegak.
Jenis ini juga ditemukan di Mojokerto,
sehingga disebut Pithecanthropus
mojokertensis. Jenis manusia purba yang
juga terkenal sebagai rumpun Homo erectus
ini paling banyak ditemukan di Indonesia.
Diperkirakan jenis manusia purba ini hidup
dan berkembang sekitar zaman Pleistosen
Tengah.
Gambar 1.9 Tengkorak
Pithecanthropus erectus yang
ditemukan di Trinil
Sumber : Taufik Abdullah dan A.B Lapian (ed).
2012. Indonesia Dalam Arus Sejarah. jilid 1.
Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve.
20 Kelas X
3. Jenis Homo
Fosil jenis Homo ini pertama diteliti oleh von Reitschoten
di Wajak. Penelitian dilanjutkan oleh Eugene Dubois bersama
kawan-kawan dan menyimpulkan sebagai jenis Homo.
Ciri-ciri jenis manusia Homo ini muka lebar, hidung dan
mulutnya menonjol. Dahi juga masih menonjol, sekalipun
tidak semenonjol jenis Pithecanthropus. Bentuk
fisiknya tidak jauh berbeda dengan manusia sekarang.
Hidup dan perkembangan jenis manusia ini sekitar
40.000 – 25.000 tahun yang lalu. Tempat-tempat
penyebarannya tidak hanya di Kepulauan Indonesia
tetapi juga di Filipina dan Cina Selatan.
Homo sapiens artinya ‘manusia sempurna’
baik dari segi fisik, volume otak maupun postur badannya
yang secara umum tidak jauh berbeda dengan manusia
modern. Kadang-kadang Homo sapiens juga diartikan
dengan ‘manusia bijak’ karena telah lebih maju dalam
berfikir dan menyiasati tantangan alam. Bagaimanakah
mereka muncul ke bumi pertama kali dan kemudian
menyebar dengan cepat ke berbagai penjuru dunia
hingga saat ini? Para ahli paleoanthropologi dapat
melukiskan perbedaan morfologis antara Homo
sapiens dengan pendahulunya, Homo erectus.
Rangka Homo sapiens kurang kekar posturnya
dibandingkan Homo erectus. Salah satu alasannya karena
tulang belulangnya tidak setebal dan sekompak Homo
erectus.
Gambar 1.10
Homo erectus,
Homonid yang
lebih maju
Sumber : Taufik
Abdullah dan A.B
Lapian (ed). 2012.
Indonesia Dalam Arus
Sejarah. jilid I. Jakarta:
PT Ichtiar Baru van
Hoeve.
Uraian mengenai jenis-jenis manusia ini
selengkapnya dapat juga dibaca pada buku
Harry Widianto dan Truman Simanjuntak,
Sangiran Menjawab Dunia
Sejarah Indonesia 21
Hal ini mengindikasikan bahwa secara fisik Homo
sapiens jauh lebih lemah dibanding sang pendahulu tersebut.
Di lain pihak, ciri-ciri morfologis maupun biometriks Homo
sapiens menunjukkan karakter yang lebih berevolusi dan lebih
modern dibandingkan dengan Homo erectus. Sebagai misal,
karakter evolutif yang paling signifikan adalah bertambahnya
kapasitas otak. Homo sapiens mempunyai kapasitas otak yang
jauh lebih besar (rata-rata 1.400 cc), dengan atap tengkorak
yang jauh lebih bundar dan lebih tinggi dibandingkan dengan
Homo erectus yang mempunyai tengkorak panjang dan
rendah, dengan kapasitas otak 1.000 cc.
Segi-segi morfologis dan tingkatan kepurbaannya
menunjukkan ada perbedaan yang sangat nyata antara kedua
spesies dalam genus Homo tersebut. Homo sapiens akhirnya
tampil sebagai spesies yang sangat tangguh dalam beradaptasi
dengan lingkungannya, dan dengan cepat menghuni berbagai
permukaan dunia ini.
Berdasarkan bukti-bukti penemuan, sejauh ini manusia
modern awal di Kepulauan Indonesia dan Asia Tenggara paling tidak
telah hadir sejak 45.000 tahun yang lalu. Dalam perkembangannya,
kehidupan manusia modern ini dapat dikelompokkan dalam tiga
tahap, yaitu (i) kehidupan manusia modern awal yang kehadirannya
hingga akhir zaman es (sekitar 12.000 tahun lalu), kemudian
dilanjutkan oleh (ii) kehidupan manusia modern yang lebih
belakangan, dan berdasarkan karakter fisiknya dikenal sebagai
ras Austromelanesoid. (iii) mulai di sekitar 4000 tahun lalu muncul
penghuni baru di Kepulauan Indonesia yang dikenal sebagai
penutur bahasa Austronesia. Berdasarkan karakter fisiknya, makhluk
manusia ini tergolong dalam ras Mongolid. Ras inilah yang kemudian
berkembang hingga menjadi bangsa Indonesia sekarang.
22 Kelas X
Beberapa spesimen (penggolongan) manusia Homo sapiens
dapat dikelompokkan sebagai berikut,
a. Manusia Wajak
Manusia Wajak (Homo wajakensis) merupakan satusatunya
temuan di Indonesia yang untuk sementara dapat
disejajarkan perkembangannya dengan manusia modern
awal dari akhir Kala Pleistosen. Pada tahun 1889, manusia
Wajak ditemukan oleh B.D. van Rietschoten di sebuah ceruk
di lereng pegunungan karst di barat laut Campurdarat, dekat
Tulungagung, Jawa Timur.
b. Manusia Liang Bua
Pengumuman tentang penemuan manusia Homo
floresiensis tahun 2004 menggemparkan dunia ilmu
pengetahuan. Sisa-sisa manusia ditemukan di sebuah gua
Liang Bua oleh tim peneliti gabungan Indonesia dan Australia.
Sebuah gua permukiman prasejarah di Flores. Liang Bua
bila diartikan secara harfiah merupakan sebuah gua yang
dingin. Sebuah gua yang sangat lebar dan tinggi dengan
permukaan tanah yang datar, merupakan tempat bermukim
yang nyaman bagi manusia pada masa praaksara. Hal itu bisa
dilihat dari kondisi lingkungan sekitar gua yang sangat indah,
Sumber : Direktorat Geografi Sejarah. 2009.
Atlas Prasejarah Indonesia Masa Islam, Jakarta:
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
Gambar 1.11 Fosil Tengkorak Manusia
Purba Flores
Sumber : Direktorat Geografi Sejarah. 2009.
Atlas Prasejarah Indonesia Masa Islam, Jakarta:
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
Gambar 1.12 Fosil Geraham Flores
Sejarah Indonesia 23
yang berada di sekitar bukit dengan kondisi tanah yang datar
di depannya. Liang Bua merupakan sebuah temuan manusia
modern awal dari akhir masa Pleistosen di Indonesia yang
menakjubkan yang diharapkan dapat menyibak asal usul
manusia di Kepulauan Indonesia.
Manusia Liang Bua ditemukan oleh Peter Brown dan
Mike J. Morwood pada bulan September 2003 lalu. Temuan
itu dianggap sebagai penemuan spesies baru yang kemudian
diberi nama Homo floresiensis, sesuai dengan tempat
ditemukannya fosil manusia Liang Bua.
Pada tahun 1950-an, Th. Verhoeven lebih dahulu
menemukan beberapa fragmen tulang manusia di Liang Bua.
Saat itu ia menemukan tulang iga yang berasosiasi dengan
berbagai alat serpih dan gerabah. Tahun 1965, ditemukan
tujuh buah rangka manusia beserta beberapa bekal kubur
yang antara lain berupa beliung dan barang-barang gerabah.
Diperkirakan Liang Bua merupakan
sebuah situs neolitik dan paleometalik.
Manusia Liang Bua mempunyai ciri
tengkorak yang panjang dan rendah,
berukuran kecil, dengan volume otak
380 cc. Kapasitas kranial tersebut berada
jauh di bawah Homo erectus (1.000 cc),
manusia modern Homo sapiens (1.400
cc), dan bahkan berada di bawah volume
otak simpanse (450 cc).
Untuk memahami lebih lanjut,
kamu juga dapat membaca
buku Taufik Abdullah dan
Adrian B. Lapian (ed),
Indonesia Dalam Arus
Sejarah, Jilid I, dan buku
Harry Widianto dan Truman
Simanjuntak, Jejak Langkah
Setelah Sangiran (Edisi
Khusus).
24 Kelas X
No
1
2
3
4
5
Nama situs Fungsi pada
masa lalu
Fungsi pada masa
sekarang
Letak (Kecamatan
atau Kabupaten)
Uji Kompetensi
1. Mengapa para ahli melakukan penelitian manusia purba banyak
di bantaran sungai?
2. Jelaskan ciri dan mengapa hasil penelitian Dubois di Trinil disebut
sebagai jenis Pithecanthropus erectus (kera yang berjalan
tegak)?
3. Menurut pendapat kamu, bagaimana manusia purba bisa
menyebar ke dalam wilayah Kepulauan Indonesia bahkan sampai
ke luar wilayah Kepulauan Indonesia?
4. Coba buatlah karya ilmiah (2–3 halaman) dengan tajuk, Sangiran
Laboratorium Manusia Purba.
5. Coba kamu inventarisir berbagai situs dan tinggalan manusia
purba di daerahmu masing-masing.
Sejarah Indonesia 25
D. Perkembangan Teknologi
„„ Mengamati Lingkungan
Coba amati gambar di samping. Gambar apa
dan untuk apa kira-kira? Gambar itu merupakan
gambar peralatan rumah tangga yang sudah sangat
lama dikenal di lingkungan ibu rumah tangga di
Indonesia, apalagi di Jawa. Yang jelas peralatan itu
terbuat dari batu yang merupakan warisan nenek
moyang. Peralatan dari batu ini sampai sekarang
masih digunakan oleh masyarakat kita
Berikut ini kita akan membahas tentang
teknologi bebatuan yang telah dikembangkan
sejak kehidupan manusia purba.
„„ Memahami Teks
Perlu kamu ketahui bahwa sekalipun belum mengenal
tulisan manusia purba sudah mengembangkan kebudayaan dan
teknologi. Teknologi waktu itu bermula dari teknologi bebatuan
yang digunakan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan. Dalam
praktiknya peralatan atau teknologi bebatuan tersebut dapat
berfungsi serba guna. Pada tahap paling awal alat yang digunakan
masih bersifat kebetulan dan seadanya serta bersifat trial and eror.
Mula-mula mereka hanya menggunakan benda-benda dari alam
terutama batu. Teknologi bebatuan pada zaman ini berkembang
dalam kurun waktu yang begitu panjang. Oleh karena itu, para
ahli kemudian membagi kebudayaan zaman batu di era praaksara
ini menjadi beberapa zaman atau tahap perkembangan. Dalam
buku R. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia I,
dijelaskan bahwa kebudayaan zaman batu ini dibagi menjadi tiga
yaitu, Paleolitikum, Mesolitikum dan Neolitikum.
Sumber : Florentina Lenny Kristiani dalam
http://klubnova.tabloidnova.com/KlubNova/
Artikel/Aneka-Tips/Tips-Rumah/Cara-pilih-cobekbatu
diunduh tanggal 19 Mei 2013, pukul 10:09
Gambar 1.13 Cobek, peralatan dari
batu yang masih digunakan sampai
sekarang
26 Kelas X
1. Antara Batu dan Tulang
Peralatan pertama yang digunakan oleh manusia purba adalah
alat-alat dari batu yang seadanya dan juga dari tulang. Peralatan
ini berkembang pada zaman paleolitikum atau zaman batu tua.
Zaman batu tua ini bertepatan dengan zaman neozoikum terutama
pada akhir zaman Tersier dan awal zaman Quartair. Zaman ini
berlangsung sekitar 600.000 tahun yang lalu. Zaman ini merupakan
zaman yang sangat penting karena terkait dengan munculnya
kehidupan baru, yakni munculnya jenis manusia purba. Zaman ini
dikatakan zaman batu tua karena hasil kebudayaan terbuat dari
batu yang relatif masih sederhana dan kasar. Kebudayaan zaman
Paleolitikum ini secara umum ini terbagi menjadi Kebudayaan
Pacitan dan Kebudayaan Ngandong.
a. Kebudayaan Pacitan
Gambar 1.15 Pahat genggam (hand adze): Alat
batu inti yang dicirikan oleh bentuk alat yang
persegi atau bujur sangkar dengan tajaman yang
tegak lurus pada sumbu alat. Selain itu dikenal
pula Kapak genggam awal (proto-hand axe),
Kapak genggam (hand axe).
Sumber: Direktorat Geografi Sejarah. 2009. Atlas Prasejarah
Indonesia. Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
Sumber: Direktorat Geografi Sejarah. 2009. Atlas Prasejarah
Indonesia. Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
Gambar 1.14 Kapak perimbas (chopper): Alat
batu inti atau serpih yang dicirikan oleh tajaman
monofasial yang membulat, lonjong, atau lurus,
dihasilkan melalui pangkasan pada satu bidang dari
sisi ujung (distal) ke arah pangkal (proksimal). Ciri
yang membedakan kapak perimbas dengan serut
adalah ukuran dimana serut yang kasar dan masif
digolongkan sebagai kapak perimbas, sementara
yang halus dan kecil digolongkan serut.
Sejarah Indonesia 27
Sumber : Taufik Abdullah dan A.B Lapian (ed). 2012. Indonesia
Dalam Arus Sejarah. jilid I. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve.
Jakarta
Sumber: Harry Widianto dan Truman Simanjuntak. 2011.
Sangiran Menjawab Dunia (Edisi Khusus). Jawa Tengah: Balai
Pelastarian Situs Manusia Purba Sangiran
Gambar 1.16 Artefak dari tulang Gambar 1.17 Artefak jenis flakke
Kebudayaan ini berkembang di daerah Pacitan, Jawa
Timur. Beberapa alat dari batu ditemukan di daerah ini.
Seorang ahli, von Koenigwald dalam penelitiannya pada
tahun 1935 telah menemukan beberapa hasil teknologi
bebatuan atau alat-alat dari batu di daerah Punung. Alat
batu itu masih kasar, dan bentuk ujungnya agak runcing,
tergantung kegunaannya. Alat batu ini sering disebut dengan
kapak genggam atau kapak perimbas. Kapak ini digunakan
untuk menusuk binatang atau menggali tanah saat mencari
umbi-umbian. Di samping kapak perimbas, di Pacitan juga
ditemukan alat batu yang disebut dengan chopper sebagai
alat penetak. Di Pacitan juga ditemukan alat-alat serpih.
b. Kebudayaan Ngandong
Kebudayaan Ngandong berkembang di daerah
Ngandong dan juga Sidorejo, dekat Ngawi. Di daerah ini
banyak ditemukan alat-alat dari batu dan juga alat-alat dari
tulang. Alat-alat dari tulang ini berasal dari tulang binatang
dan tanduk rusa yang diperkirakan digunakan sebagai
penusuk atau belati. Selain itu, ditemukan juga alat-alat
seperti tombak yang bergerigi. Di Sangiran juga ditemukan
28 Kelas X
alat-alat dari batu, bentuknya indah seperti kalsedon. Alatalat
ini sering disebut dengan flakke.
Sebaran artefak dan peralatan paleolitik cukup luas
sejak dari daerah-daerah di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi,
Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT),
dan Halmahera.
2. Antara Pantai dan Gua
Zaman batu terus berkembang memasuki zaman batu
madya atau batu tengah yang dikenal zaman mesolitikum. Hasil
kebudayaan batu madya ini sudah lebih maju apabila dibandingkan
hasil kebudayaan zaman paleolitikum. Sekalipun demikian bentuk
dan hasil-hasil kebudayaan zaman paleolitikum (batu tua) tidak
serta merta punah tetapi mengalami penyempurnaan. Bentuk
Sumber: Direktorat Geografi Sejarah. 2009. Atlas Prasejarah Indonesia. Jakarta: Kementerian Kebudayaan
dan Pariwisata.
Gambar 1.18
Artefak yang
ditemukan di
situs Ngebung
Sejarah Indonesia 29
Sumber: Direktorat Geografi Sejarah. 2009. Atlas Prasejarah Indonesia. Jakarta: Kementerian Kebudayaan
dan Pariwisata.
flakke dan alat-alat dari tulang terus mengalami
perkembangan. Secara garis besar kebudayaan
mesolitikum ini terbagi menjadi dua kelompok
besar yang ditandai lingkungan tempat tinggal,
yakni di pantai dan di gua.
a. Kebudayaan Kjokkenmoddinger.
Kjokkenmoddinger istilah dari bahasa
Denmark, kjokken berarti dapur dan modding
dapat diartikan sampah (kjokkenmoddinger
= sampah dapur). Dalam kaitannya dengan
budaya manusia, kjokkenmoddinger
merupakan tumpukan timbunan kulit siput
dan kerang yang menggunung di sepanjang
pantai Sumatra Timur antara Langsa di Aceh
sampai Medan. Dengan kjokkenmoddinger
ini dapat memberi informasi bahwa manusia
purba zaman mesolitikum umumnya
Gambar 1.19
Kjokkenmoddinger
yang terdapat di
Pulau Bintan,
Kep. Riau
Gambar 1.20 Kapak Genggam
Sumber : Taufik Abdullah dan A.B Lapian (ed).
2012. Indonesia Dalam Arus Sejarah. jilid I. Jakarta.
PT Ichtiar Baru van Hoeve
30 Kelas X
bertempat tinggal di tepi pantai. Pada tahun 1925
Von Stein Callenfals melakukan penelitian di bukit
kerang itu dan menemukan jenis kapak genggam
(chopper) yang berbeda dari chopper yang ada
di zaman paleolitikum. Kapak genggam yang
ditemukan di bukit kerang di pantai Sumatra Timur
ini diberi nama pebble atau lebih dikenal dengan
Kapak Sumatra. Kapak jenis pebble ini terbuat
dari batu kali yang pecah, sisi luarnya dibiarkan
begitu saja dan sisi bagian dalam dikerjakan sesuai
dengan keperluannya. Di samping kapak jenis
pebble juga ditemukan jenis kapak pendek dan
jenis batu pipisan (batu-batu alat penggiling). Di
Jawa batu pipisan ini umumnya untuk menumbuk
dan menghaluskan jamu.
b. Kebudayaan Abris Sous Roche
Kebudayaan abris sous roche merupakan hasil
kebudayaan yang ditemukan di gua-gua. Hal ini
mengindikasikan bahwa manusia purba pendukung
kebudayaan ini tinggal di gua-gua. Kebudayaan ini pertama
kali dilakukan penelitian oleh Von Stein Callenfels di Gua Lawa
dekat Sampung, Ponorogo. Penelitian dilakukan
tahun 1928 sampai 1931. Beberapa hasil teknologi
bebatuan yang ditemukan misalnya ujung panah,
flakke, batu penggilingan. Juga ditemukan alatalat
dari tulang dan tanduk rusa. Kebudayaan
abris sous roche ini banyak ditemukan misalnya
di Besuki, Bojonegoro, juga di daerah Sulawesi
Selatan seperti di Lamoncong.
Gambar 1.21 Batu Pipihan
Sumber : Taufik Abdullah dan A.B Lapian (ed).
2012. Indonesia Dalam Arus Sejarah. jilid I. Jakarta:
PT Ichtiar Baru van Hoeve. Jakarta
Untuk mengetahui lebih
dalam tentang Kebudayaan
Kjokkenmoddinger dan
Kebudayaan Abris Sous
Roche ini kamu dapat
membaca buku R.
Soekmono, Pengantar
Sejarah Kebudayaan I
Sejarah Indonesia 31
3. Sebuah Revolusi
Perkembangan zaman batu yang dapat
dikatakan paling penting dalam kehidupan
manusia adalah zaman batu baru atau neolitikum.
Pada zaman neolitikum yang juga dapat dikatakan
sebagai zaman batu muda. Pada zaman ini telah
terjadi “revolusi kebudayaan”, yaitu terjadinya
perubahan pola hidup manusia. Pola hidup food
gathering digantikan dengan pola food producing.
Hal ini seiring dengan terjadinya perubahan jenis
pendukung kebudayaanya. Pada zaman ini telah
hidup jenis Homo sapiens sebagai pendukung
kebudayaan zaman batu baru. Mereka mulai
mengenal bercocok tanam dan beternak sebagai
proses untuk menghasilkan atau memproduksi
bahan makanan. Hidup bermasyarakat dengan
bergotong royong mulai dikembangkan. Hasil
kebudayaan yang terkenal di zaman neolitikum
ini secara garis besar dibagi menjadi dua tahap
perkembangan.
a. Kebudayaan kapak persegi
Nama kapak persegi berasal dari
penyebutan oleh von Heine Gelderen.
Penamaan ini dikaitkan dengan bentuk
alat tersebut. Kapak persegi ini berbentuk
persegi panjang dan ada juga yang
berbentuk trapesium. Ukuran alat ini juga
bermacam-macam. Kapak persegi yang
besar sering disebut dengan beliung atau
pacul (cangkul), bahkan sudah ada yang
diberi tangkai sehingga persis seperti
cangkul zaman sekarang. Sementara yang
berukuran kecil dinamakan tarah atau
Sumber : Taufik Abdullah dan A.B Lapian (ed).
2012. Indonesia Dalam Arus Sejarah. jilid I. Jakarta:
PT Ichtiar Baru van Hoeve
Gambar 1.23 Batu asahan
Sumber : Taufik Abdullah dan A.B Lapian (ed).
2012. Indonesia Dalam Arus Sejarah. jilid I.
Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve
Gambar 1.22 Kapak persegi
Gambar 1.24 Kapak persegi
Sumber : Direktorat Geografi Sejarah. Atlas
Prasejarah. Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan
Pariwisata. 2009
32 Kelas X
tatah. Penyebaran alat-alat ini terutama di
Kepulauan Indonesia bagian barat, seperti
Sumatra, Jawa dan Bali. Diperkirakan sentrasentra
teknologi kapak persegi ini ada di Lahat
(Palembang), Bogor, Sukabumi, Tasikmalaya
(Jawa Barat), kemudian Pacitan-Madiun, dan
di Lereng Gunung Ijen (Jawa Timur). Yang
menarik, di Desa Pasirkuda dekat Bogor juga
ditemukan batu asahan. Kapak persegi ini
cocok sebagai alat pertanian.
b. Kebudayaan kapak lonjong
Nama kapak lonjong ini disesuaikan
dengan bentuk penampang alat ini yang
berbentuk lonjong. Bentuk keseluruhan alat
ini lonjong seperti bulat telur. Pada ujung
yang lancip ditempatkan tangkai dan pada
bagian ujung yang lain diasah sehingga tajam.
Kapak yang ukuran besar sering disebut
walzenbeil dan yang kecil dinamakan kleinbeil.
Penyebaran jenis kapak lonjong ini terutama di
Kepulauan Indonesia bagian timur, misalnya di
daerah Papua, Seram, dan Minahasa.
Pada zaman neolitikum, di samping
berkembangnya jenis kapak batu juga
ditemukan barang-barang perhiasan, seperti
gelang dari batu, juga alat-alat gerabah atau
tembikar.
Perlu kamu ketahui bahwa manusia
purba waktu itu sudah memiliki pengetahuan
tentang kualitas bebatuan untuk peralatan.
Penemuan dari berbagai situs menunjukkan
bahan yang paling sering dipergunakan adalah
jenis batuan kersikan (silicified stones), seperti
gamping kersikan, tufa kersikan, kalsedon,
Gambar 1.25 Gerabah
Gambar 1.26 Perhiasan Batu
Sumber: Direktorat Geografi Sejarah. 2009.
Atlas Prasejarah Indonesia. Jakarta: Kementerian
Kebudayaan dan Pariwisata.
Sumber: Direktorat Permuseuman. 1997. Untaian
Manik-Manik Nusantara. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Sejarah Indonesia 33
dan jasper. Jenis-jenis batuan ini di samping keras, sifatnya
yang retas dengan pecahan yang cenderung tajam dan
tipis, sehingga memudahkan pengerjaan. Di beberapa situs
yang mengandung fosil-fosil kayu, seperti di Kali Baksoka
(Jawa Timur) dan Kali Ogan (Sumatra Selatan) tampak ada
upaya pemanfaatan fosil untuk bahan peralatan. Pada
saat lingkungan tidak menyediakan bahan yang baik, ada
kecenderungan untuk memanfaatkan batuan yang tersedia
di sekitar hunian, walaupun kualitasnya kurang baik. Contoh
semacam ini dapat diamati pada situs Kedunggamping di
sebelah timur Pacitan, Cibaganjing di Cilacap, dan Kali Kering
di Sumba yang pada umumnya menggunakan bahan andesit
untuk peralatan.
c. Perkembangan zaman logam
Mengakhiri zaman batu di masa neolitikum mulailah
zaman logam. Sebagai bentuk masa perundagian. Zaman
logam di Kepulauan Indonesia ini agak berbeda bila
dibandingkan dengan yang ada di Eropa. Di Eropa zaman
logam ini mengalami tiga fase, zaman tembaga, perunggu
dan besi. Di Kepulauan Indonesia hanya mengalami zaman
perunggu dan besi. Zaman
perunggu merupakan
fase yang sangat penting
dalam sejarah. Beberapa
contoh benda-benda
kebudayaan perunggu itu
antara lain: kapak corong,
nekara, moko, berbagai
barang perhiasan.
Beberapa benda hasil
kebudayaan zaman logam
ini juga terkait dengan
praktik keagamaan
misalnya nekara.
Gambar 1.27 Nekara
Sumber : Taufik Abdullah dan A.B Lapian (ed).
2012. Indonesia Dalam Arus Sejarah. jilid I.
Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve
34 Kelas X
No
1
2
3
4
5
6
7
Nama Alat Kegunaan Daerah Temuan Gambar/Lukiskan
Uji Kompetensi
1. Coba kamu diskusikan mengapa manusia purba membuat
peralatan dari bebatuan, kayu, dan tulang?
2. Peralatan yang dibuat oleh manusia purba dari batu dapat
digunakan sebagai alat serba guna, coba jelaskan dan beri
contoh.
3. Coba kamu inventarisir alat-alat manusia purba pada pada zaman
batu dan masukkan ke dalam tabel di bawah ini:
4. Setelah selesai mengisi tabel di atas kamu lukiskan dalam bentuk
peta persebaran peralatan manusia purba.
Sejarah Indonesia 35
Gambar 1.28
Song Keplek situs
hunian pada
akhir Pleistosen –
Holosen
Sumber : Taufik Abdullah dan A.B Lapian (ed). Indonesia Dalam Arus Sejarah. jilid 1. PT Ichtiar Baru van
Hoeve. Jakarta. 2012
„„ Mengamati Lingkungan
Coba kamu amati baik-baik gambar di atas. Gambar itu
menunjukkan salah satu pola hunian masyarakat pra-akasara.
Mengapa memilih tinggal di gua? Untuk memahami pola hunian
manusia purba kamu dapat mengkaji uraian berikut.
„„ Memahami Teks
Dalam buku Indonesia Dalam Arus Sejarah, Jilid I diterangkan
tentang pola hunian manusia purba yang memperlihatkan dua
karakter khas hunian purba yaitu, (1) kedekatan dengan sumber
air dan (2) kehidupan di alam terbuka. Pola hunian itu dapat
dilihat dari letak geografis situs-situs serta kondisi lingkungannya.
Beberapa contoh yang menunjukkan pola hunian seperti itu adalah
situs-situs purba di sepanjang aliran Bengawan Solo (Sangiran,
Sambungmacan, Trinil, Ngawi, dan Ngandong) merupakan contohcontoh
dari adanya kecenderungan manusia purba menghuni
E. Pola Hunian
36 Kelas X
lingkungan di pinggir sungai. Kondisi itu dapat dipahami mengingat
keberadaan air memberikan beragam manfaat. Air merupakan
kebutuhan pokok bagi manusia. Air juga diperlukan oleh tumbuhan
maupun binatang. Keberadaan air pada suatu lingkungan
mengundang hadirnya berbagai binatang untuk hidup di sekitarnya.
Begitu pula dengan tumbuh-tumbuhan, air memberikan kesuburan
bagi tanaman. Keberadaan air juga dimanfaatkan manusia sebagai
sarana penghubung dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Melalui
sungai, manusia dapat melakukan mobilitas dari satu tempat ke
tempat yang lainnya.
Petunjuk yang dapat memberikan gambaran jelas pada
kita tentang kehidupan manusia purba adalah sebaran sisa-sisa
peralatan yang digunakan pada saat itu, yang umumnya berada
di dasar atau di sekitar sungai. Kehidupan di sekitar sungai itu
menunjukkan pola hidup manusia purba di alam terbuka. Manusia
purba mempunyai kecenderungan untuk menghuni lingkungan
terbuka di sekitar aliran sungai. Manusia purba juga memanfaatkan
berbagai sumber daya lingkungan yang tersedia, termasuk tinggal di
gua-gua. Mobilitas manusia purba yang tinggi tidak memungkinkan
untuk menghuni gua secara menetap. Keberadaan gua-gua yang
dekat dengan sumber air dan sumber bahan makanan mungkin saja
dimanfaatkan sebagai tempat persinggahan sementara, sehingga
tidak meninggalkan jejak pada kita. Kemungkinan lain bahwa guagua
di kala itu belum atau baru sebagian terbentuk dan gua-gua yang
sudah terbentuk tidak dalam
lingkungan yang menyediakan
berbagai sumberdaya yang
diperlukan manusia. Yang
menarik di alam terbuka itu ada
juga manusia purba yang yang
tinggal sekitar pantai.
Ciri berikutnya ialah transisi
permukiman nenek moyang dari
nomaden ke tempat tinggal
Gambar 1.29
Gambaran hunian
manusia purba
Sumber : Taufik Abdullah dan A.B Lapian (ed). 2012. Indonesia Dalam Arus
Sejarah. jilid I. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve.
Sejarah Indonesia 37
menetap. Manusia purba di Indonesia diperkirakan sudah hidup
menjelajah (nomaden) untuk jangka waktu yang lama. Mereka
mengumpulkan bahan makanan dalam lingkup wilayah tertentu
dan berpindah-pindah. Mereka hidup dalam komunitas-komunitas
kecil dengan mobilitas yang tinggi. Keterisolasian dalam hutan tropis
dan ketiadaan kontak dengan dunia luar menutup kemungkinan
untuk mengadopsi budaya luar. Lama hunian di suatu lingkungan
eksploitasi dipengaruhi oleh ketersediaan bahan makanan. Manakala
lingkungan sekitar sudah tidak menjanjikan bahan makanan,
mereka berpindah ke lingkungan baru di tepian
sungai untuk membuat persinggahan baru.
Mulailah berkembang pola hunian bertempat
tinggal sementara, misalnya di gua-gua. Inilah
masa transisi sebelum manusia itu bertempat
tinggal tetap.
Uji Kompetensi
1. Mengapa manusia purba itu banyak yang tinggal di tepi sungai?
2. Jelaskan pola kehidupan nomaden manusia purba
3. Manusia purba juga memasuki fase bertempat tinggal sementara,
misalnya di gua mengapa demikian?
4. Apa kira-kira alasan bagi manusia purba memilih tinggal di tepi
pantai
Untuk lebih jelasnya kamu
dapat membaca buku Taufik
Abdullah dan Adrian B.
Lapian (ed), Indonesia
Dalam Arus Sejarah, Jilid I.
38 Kelas X
F. Mengenal Api
„„ Mengamati Lingkungan
Bagi manusia, api merupakan faktor penting dalam
kehidupan. Sebelum ditemukan teknologi listrik aktivitas manusia
sehari-hari hampir dapat dipastikan tidak dapat terlepas dari
api untuk memasak. Pelajaran dan pengetahuan apa yang kamu
peroleh melalui uraian tersebut.
„„ Memahami Teks
Bagi manusia purba, proses penemuan api merupakan bentuk
inovasi yang sangat penting. Berdasarkan data arkeologi, penemuan
api kira-kira terjadi pada 400.000 tahun yang lalu. Penemuan pada
periode manusia Homo erectus. Di samping untuk menghangatkan
diri dari cuaca dingin, dengan api kehidupan menjadi lebih
bervariasi dan berbagai kemajuan akan dicapai. Teknologi api
dapat dimanfaatkan manusia untuk berbagai hal. Di samping itu
penemuan api juga memperkenalkan manusia pada teknologi
memasak makanan, yaitu memasak dengan cara membakar dan
menggunakan bumbu dengan ramuan tertentu. Manusia juga
menggunakan api sebagai senjata. Api pada saat itu digunakan
manusia untuk menghalau binatang buas yang menyerangnya. Api
dapat juga dijadikan sumber penerangan. Melalui pembakaran pula
manusia dapat menaklukkan alam, seperti membuka lahan untuk
garapan dengan cara membakar hutan. Kebiasaan bertani dengan
menebang lalu bakar (slash and burn) adalah kebiasaan kuno yang
tetap berkembang sampai sekarang.
Pada awalnya pembuatan api dilakukan dengan cara
membenturkan dan menggosokkan benda halus yang mudah
Sejarah Indonesia 39
terbakar dengan benda padat lain. Sebuah batu
yang keras, misalnya batu api, jika dibenturkan
ke batuan keras lainnya akan menghasilkan
percikan api. Percikan tersebut kemudian
ditangkap dengan dedaunan kering, lumut atau
material lain yang kering hingga menimbulkan
api. Pembuatan api juga dapat dilakukan dengan
menggosok suatu benda terhadap benda lainnya, baik secara
berputar, berulang, atau bolak-balik. Sepotong kayu keras misalnya,
jika digosokkan pada kayu lainnya akan menghasilkan panas karena
gesekan itu kemudian menimbulkan api.
G. Dari Berburu-Meramu sampai Bercocok Tanam
„„ Mengamati Lingkungan
Sering kali kita mendengar aktivitas pembukaan lahan di
beberapa daerah di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk membuka
lahan baru untuk pertanian, perumahan atau untuk kegiatan industri
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidup. Sebenarnya
nenek moyang kita juga sudah melakukan hal serupa. Pola hidup
berpindah-pindah dan melakukan aktivitas bercocok tanam demi
kelangsungan hidup mereka. Bagaimana pendapat kamu mengenai
kesamaan aktivitas dari dua kehidupan manusia yang terpisah jarak
jutaan tahun tersebut? Untuk mendapatkan pemahaman tentang
aktivitas bercocok tanam manusia purba di Kepulauan Indonesia
silakan telaah bacaan berikut.
Untuk lebih jelasnya kamu
dapat membaca buku Taufik
Abdullah dan Adrian B.
Lapian (ed), Indonesia
Dalam Arus Sejarah, Jilid I.
40 Kelas X
„„ Memahami Teks
Mencermati hasil penelitian baik yang berwujud fosil maupun
artefak lainnya, diperkirakan manusia zaman praaksaraa mula-mula
hidup dengan cara berburu dan meramu. Hidup mereka umumnya
masih tergantung pada alam. Untuk mempertahankan hidupnya
mereka menerapkan pola hidup nomaden atau berpindah-pindah
tergantung dari bahan makanan yang tersedia. Alat-alat yang
digunakan terbuat dari batu yang masih sederhana. Hal ini terutama
berkembang pada manusia Meganthropus dan Pithecanthropus.
Tempat-tempat yang dituju oleh komunitas itu umumnya lingkungan
dekat sungai, danau, atau sumber air lainnya termasuk di daerah
pantai. Mereka beristirahat misalnya di bawah pohon besar. Mereka
juga membuat atap dan sekat tempat istirahat itu dari daun-daunan.
Masa manusia purba berburu dan meramu itu sering disebut
dengan masa food gathering. Mereka hanya mengumpulkan dan
menyeleksi makanan karena belum dapat mengusahakan jenis
tanaman untuk dijadikan bahan makanan. Dalam perkembangannya
mulai ada sekelompok manusia purba yang bertempat tinggal
sementara, misalnya di gua-gua, atau di tepi pantai. Coba kamu
ingat dalam pembahasan sebelumnya, terdapat kebudayaan
kjokkenmoddinger dan abris sous roche dan manusia purba mulai
mengenal api.
Peralihan Zaman Mesolitikum ke Neolitikum menandakan
adanya revolusi kebudayaan dari food gathering menuju food
producing dengan Homo sapien sebagai pendukungnya. Mereka
tidak hanya mengumpulkan makanan tetapi mencoba memproduksi
makanan dengan menanam. Kegiatan bercocok tanam dilakukan
ketika mereka sudah mulai bertempat tinggal, walaupun masih
bersifat sementara. Mereka melihat biji-bijian sisa makanan yang
tumbuh di tanah setelah tersiram air hujan. Pelajaran inilah yang
kemudian mendorong manusia purba untuk melakukan bercocok
tanam. Apa yang mereka lakukan di sekitar tempat tinggalnya, lama
kelamaan tanah di sekelilingnya habis, dan mengharuskan pindah
Sejarah Indonesia 41
mencari tempat yang dapat ditanami. Ada yang membuka hutan
dengan menebang pohon-pohon untuk membuka lahan bercocok
tanam. Namun waktu itu juga sudah ada pembukaan lahan dengan
cara membakar hutan. Bagaimana pendapat kamu tentang hal
ini dan kira-kira apa bedanya dengan pembakaran hutan yang
dilakukan oleh manusia modern sekarang ini?
Kegiatan manusia bercocok tanam terus mengalami
perkembangan. Peralatan pokoknya adalah jenis kapak persegi
dan kapak lonjong. Kemudian berkembang ke alat lain yang lebih
baik. Dengan dibukanya lahan dan tersedianya air yang cukup maka
terjadilah persawahan untuk bertani. Hal ini berkembang karena
saat itu, yakni sekitar tahun 2000 – 1500 S.M ketika mulai terjadi
perpindahan orang-orang dari rumpun bangsa Austronesia dari
Yunnan ke Kepulauan Indonesia. Begitu juga kegiatan beternak
juga mengalami perkembangan. Seiring kedatangan orang-orang
dari Yunnan yang kemudian dikenal sebagai nenek moyang kita itu,
maka kegiatan pelayaran dan perdagangan mulai dikenal. Dalam
waktu singkat kegiatan perdagangan dengan sistem barter mulai
berkembang. Kegiatan bertani juga semakin berkembang karena
mereka sudah mulai bertempat tinggal menetap.
Untuk lebih lengkapnya kamu bisa membaca buku Marwati
Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia I, dan
Sardiman AM dan Kusriyantinah, Sejarah Nasional dan
Sejarah Umum.
42 Kelas X
Uji Kompetensi
1. Pembukaan lahan yang dilakukan oleh nenek moyang kita
dengan penebangan pohon sebenarnya termasuk kearifan lokal
yang perlu dijadikan pelajaran. Bagaimana pendapat dan sikap
kamu tentang pernyataan tersebut? Bagaimana pula pendapat
kamu tentang aktivitas pembukaan lahan dengan membakar
hutan seperti yang dilakukan sekarang sekarang ini?
2. Buatlah analisis tentang hubungan antara pola tempat tinggal
dengan bercocok tanam.
3. Buatlah karya tulis dengan judul, Neolitikum: Sebuah Revolusi
Kebudayaan
4. Coba kamu identifikasi alat-alat bercocok tanam pada periode
ini!
No
1
2
3
4
5
6
7
Nama Alat Kegunaan Gambar
Sejarah Indonesia 43
H. Sistem Kepercayaan
Sebagai manusia yang beragama tentu kamu sering
mendengarkan ceramah dari guru maupun tokoh agama. Dalam
ceramah-ceramah tersebut sering dikatakan bahwa hidup adalah
hanya sebentar sehingga tidak boleh berbuat menentang ajaran
agama, misalnya tidak boleh menyakiti orang lain, tidak boleh
rakus, bahkan melakukan tindak korupsi yang merugikan negara
dan orang lain. Karena itu dalam hidup ini manusia harus bekerja
keras dan berbuat sebaik mungkin, saling tolong menolong. Kita
semua mestinya takut kepada Tuhan Yang Maha Esa bila berbuat
dosa karena melanggar perintah agama, atau menyakiti orang lain.
Nenek moyang kita mengenal kepercayaan kehidupan
setelah mati. Mereka percaya pada kekuatan lain yang maha
kuat di luar dirinya. Mereka selalu menjaga diri agar setelah mati
tetap dihormati. Berikut ini kita akan menelaah
bagaimana sistem kepercayaan manusia zaman
praaksara, yang menjadi nenek moyang kita.
Perwujudan kepercayaannya dituangkan dalam
berbagai bentuk diantaranya karya seni. Satu di
antaranya berfungsi sebagai bekal untuk orang
yang meninggal. Tentu kamu masih ingat tentang
perhiasan yang digunakan sebagai bekal kubur.
Seiring dengan bekal kubur ini, maka pada zaman
purba manusia mengenal penguburan mayat. Pada
saat inilah manusia mengenal sistem kepercayaan.
Sebelum meninggal manusia menyiapkan dirinya
dengan membuat berbagai bekal kubur, dan juga
tempat penguburan yang menghasilkan karya seni
cukup bagus pada masa sekarang. Untuk itulah
kita mengenal dolmen, sarkofagus, menhir dan
lain sebagainya.
Gambar 1.30
Sarkofagus atau
kubur batu
Sumber: Direktorat Geografi Sejarah. 2009.
Atlas Prasejarah Indonesia. Jakarta: Kementerian
Kebudayaan dan Pariwisata.
44 Kelas X
„„ Memahami Teks
Masyarakat zaman praaksara terutama periode zaman
neolitikum sudah mengenal sistem kepercayaan. Mereka sudah
memahami adanya kehidupan setelah mati. Mereka meyakini
bahwa roh seseorang yang telah meninggal akan ada kehidupan
di alam lain. Oleh karena itu, roh orang yang sudah meninggal
akan senantiasa dihormati oleh sanak kerabatnya. Terkait dengan
itu maka kegiatan ritual yang paling menonjol adalah upacara
penguburan orang meninggal. Dalam tradisi penguburan ini, jenazah
orang yang telah meninggal dibekali berbagai benda dan peralatan
kebutuhan sehari-hari, misalnya barang-barang perhiasan, periuk
dan lain-lain yang dikubur bersama mayatnya. Hal ini dimaksudkan
agar perjalanan arwah orang yang meninggal selamat dan terjamin
dengan baik. Dalam upacara penguburan ini semakin kaya orang
yang meninggal maka upacaranya juga semakin mewah. Barangbarang
berharga yang ikut dikubur juga semakin banyak.
Selain upacara-upacara penguburan, juga ada upacaraupacara
pesta untuk mendirikan bangunan suci. Mereka percaya
manusia yang meninggal akan mendapatkan kebahagiaan jika
mayatnya ditempatkan pada susunan batu-batu besar, misalnya
pada peti batu atau sarkofagus.
Batu-batu besar ini menjadi lambang perlindungan bagi
manusia yang berbudi luhur juga memberi peringatan bahwa
kebaikan kehidupan di akhirat hanya akan dapat dicapai sesuai
dengan perbuatan baik selama hidup
di dunia. Hal ini sangat tergantung
pada kegiatan upacara kematian yang
pernah dilakukan untuk menghormati
leluhurnya. Oleh karena itu, upacara
kematian merupakan manifestasi
dari rasa bakti dan hormat seseorang
terhadap leluhurnya yang telah
meninggal.
Gambar 1.31
Menhir yang ada
di Limapuluh
Koto
Sumber: Direktorat Geografi Sejarah. 2009. Atlas Prasejarah Indonesia.
Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
Sejarah Indonesia 45
Sistem kepercayaan masyarakat praaksara yang
demikian itu telah melahirkan tradisi megalitik (zaman
megalitikum = zaman batu besar). Mereka mendirikan
bangunan batu-batu besar seperti menhir, dolmen, punden
berundak, dan sarkofagus.
Sistem kepercayaan dan tradisi batu besar seperti
dijelaskan di atas, telah mendorong berkembangnya
kepercayaan animisme. Kepercayaan animisme merupakan
sebuah sistem kepercayaan yang memuja roh nenek
moyang. Di samping animisme, muncul juga kepercayaan
dinamisme. Menurut kepercayaan dinamisme ada bendabenda
tertentu yang diyakini memiliki kekuatan gaib,
sehingga benda itu sangat dihormati dan dikeramatkan.
Seiring dengan perkembangan pelayaran, masyarakat
zaman praaksara akhir juga mulai mengenal sedekah laut.
Sudah barang tentu kegiatan upacara ini lebih banyak
dikembangkan di kalangan para nelayan. Bentuknya
mungkin semacam selamatan apabila ingin berlayar jauh,
atau mungkin saat memulai pembuatan perahu.
Uji Kompetensi
1. Jelaskan kaitan antara manusia yang sudah bertempat tinggal
tetap dengan adanya sistem kepercayaan!
2. Adakah hubungan antara sistem kepercayaan masyarakat
dengan pola mata pencaharian? Jelaskan!
3. Buatlah sebuah proyek belajar dengan melakukan penelitian
tentang tradisi megalitik dan kepercayaan animisme yang
sekarang masih tersisa di daerah kamu.
Gambar 1.32 Menhir Seperti
Bentuk Tanduk
Sumber: Direktorat Geografi Sejarah.
2009. Atlas Prasejarah Indonesia.
Jakarta: Kementerian Kebudayaan
dan Pariwisata
46 Kelas X
I. Kedatangan Deutro dan Protomelayu
„„ Mengamati Lingkungan
Coba kamu cermati banyaknya suku-suku bangsa di Indonesia
memunculkan keberagaman bahasa daerah, dan kebudayaan yang
berlaku dalam praktek-praktek kehidupan sehari-hari. Bayangkan
saja ada lebih dari 500 suku bangsa Indonesia, sungguh merupakan
kekayaan bangsa yang tidak dimiliki oleh negara lain. Namun
demikian kekayaan ini akan menjadi masalah jika kita tidak pandai
mengelola perbedaan yang ada. Tentu ini berkaitan pula dengan
asal mula kedatangan suku bangsa dan kapan mereka datang?
Oleh karena itu penting untuk mengetahui bagaimana proses dan
dinamika nenek moyang Indonesia sehingga terbentuk keragaman
budayanya. Untuk itu kamu harus mempelajarinya, agar kita bisa
saling menghargai dan menghormati setiap perbedaan yang ada.
„„ Memahami Teks
Menurut Sarasin bersaudara, penduduk asli Kepulauan
Indonesia adalah ras berkulit gelap dan bertubuh kecil. Mereka
mulanya tinggal di Asia bagian tenggara. Ketika zaman es mencair
dan air laut naik hingga terbentuk Laut Cina Selatan dan Laut Jawa,
sehingga memisahkan pegunungan vulkanik Kepulauan Indonesia
dari daratan utama. Beberapa penduduk asli Kepulauan Indonesia
tersisa dan menetap di daerah-daerah pedalaman, sedangkan
daerah pantai dihuni oleh penduduk pendatang. Penduduk asli itu
disebut sebagai suku bangsa Vedda oleh Sarasin. Ras yang masuk
dalam kelompok ini adalah suku bangsa Hieng di Kamboja, Miaotse,
Yao-Jen di Cina, dan Senoi di Semenanjung Malaya.
Sejarah Indonesia 47
Beberapa suku bangsa seperti Kubu, Lubu, Talang Mamak
yang tinggal di Sumatra dan Toala di Sulawesi merupakan penduduk
tertua di Kepulauan Indonesia. Mereka mempunyai hubungan erat
dengan nenek moyang Melanesia masa kini dan orang Vedda yang
saat ini masih terdapat di Afrika, Asia Selatan, dan Oceania. Vedda
itulah manusia pertama yang datang ke pulau-pulau yang sudah
berpenghuni. Mereka membawa budaya perkakas batu. Kedua ras
Melanesia dan Vedda hidup dalam budaya mesolitik.
Pendatang berikutnya membawa budaya baru yaitu budaya
neolitik. Para pendatang baru itu jumlahnya jauh lebih banyak
daripada penduduk asli. Mereka datang dalam dua tahap. Mereka itu
oleh Sarasin disebut sebagai Deutero dan Protomelayu. Kedatangan
mereka terpisah diperkirakan lebih dari 2.000 tahun yang lalu.
Protomelayu diyakini sebagai nenek moyang orang Melayu Polinesia
yang tersebar dari Madagaskar sampai pulau-pulau paling timur di
Pasifik. Mereka diperkirakan datang dari Cina bagian selatan. Dari
Cina bagian selatan itu mereka bermigrasi ke Indocina dan Siam
kemudian ke Kepulauan Indonesia. Kedatangan para imigran baru
itu kemudian mendesak keberadaan penduduk asli dan pendatang
sebelumnya. Mereka pun kemudian berpindah mencari tempat
Gambar 1.33
Peta persebaran
Deutro dan
Protomelayu
Sumber : Taufik Abdullah dan A.B Lapian (ed). 2012. Indonesia Dalam Arus Sejarah. jilid I. Jakarta: PT
Ichtiar Baru van Hoeve.
48 Kelas X
baru ke hutan-hutan sebagai tempat hunian baru. Penduduk asli
dan pendatang sebelumnya itu pun kemudian melebur.
Deutero Melayu merupakan ras yang datang dari Indocina
bagian utara. Mereka membawa budaya baru berupa perkakas
dan senjata besi di Kepulauan Indonesia. Pada akhirnya Proto dan
Deutero Melayu membaur yang selanjutnya menjadi penduduk di
Kepulauan Indonesia. Pada masa selanjutnya mereka sulit untuk
dibedakan. Proto Melayu meliputi penduduk di Gayo dan Alas
di Sumatra bagian utara, serta Toraja di Sulawesi. Sementara itu,
semua penduduk di Kepulauan Indonesia, kecuali penduduk Papua
dan yang tinggal di sekitar pulau-pulau Papua adalah ras Deutero
Melayu.
Periode migrasi itu berlangsung berabad-abad, kemungkinan
mereka berasal dalam satu kelompok ras yang sama dan dengan
budaya yang sama pula. Mereka itulah nenek moyang orang
Indonesia saat ini. Budaya mereka berupa neolitik yang lebih maju
dan belum mengenal perkakas dari logam. Budaya logam baru
mereka kenal pada masa awal tarikh Masehi.
Sekitar 170 bahasa yang digunakan di Kepulauan Indonesia
adalah bahasa Austronesia (Melayu-Polinesia). Bahasa itu kemudian
dikelompokan menjadi dua oleh Sarasin, yaitu Bahasa Aceh dan
bahasa-bahasa di pedalaman Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi.
Kelompok kedua adalah bahasa Batak, Melayu standar, Jawa, dan
Bali. Kelompok bahasa kedua itu mempunyai hubungan dengan
bahasa Malagi di Madagaskar dan Tagalog di Luzon. Persebaran
geografis kedua bahasa itu menunjukkan bahwa penggunanya
adalah pelaut-pelaut pada masa dahulu yang
sudah mempunyai peradaban lebih maju. Di
samping bahasa-bahasa itu, juga terdapat
bahasa Halmahera Utara dan Papua yang
digunakan di pedalaman Papua dan bagian
utara Pulau Halmahera.
Untuk lebih jelasnya kamu
dapat membaca buku
Bernard H.M. Vlekke,
Nusantara:Sejarah Indonesia.
Sejarah Indonesia 49
Uji Kompetensi
Coba kamu identifikasikan peninggalan sejarah berupa benda
dan karya seni yang dapat dikategorikan sebagai tinggalan masa
proto sejarah. Adakah manfaat dari peninggalan tersebut bagi
kehidupan manusia sekarang?
Menurut pendapat kamu, bagaimana peninggalan sejarah
tersebut bisa menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia bahkan
sampai ke luar wilayah Indonesia?
Untuk mengerjakan soal di atas maka kamu dapat melakukan
beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Identifikasi permasalahan yang menurut kamu menarik untuk
diteliti, yaitu merumuskan masalah apa yang akan kamu teliti
(biasanya dalam bentuk kalimat pertanyaan), seperti dimanakah
manusia praaksara biasanya tinggal? Pada masa kapan mereka
hidup di Indonesia? Bagaimana mereka bisa mempertahankan
kehidupannya dan bagaimana ciri-cirinya? Dan lain-lain
sebagainya bisa diskusikan dengan teman-temanmu.
2. Setelah itu carilah sumber-sumber yang menjelaskan tentang
permasalahan yang akan diteliti. Caranya dengan mencari
sumber dari internet, buku-buku bacaan, kliping koran, fotofoto,
ilustrasi dan bisa juga wawancara dengan tokoh masyarakat
yang kamu anggap mengetahui permasalahan.
3. Setelah kamu temukan sumber-sumber tersebut, kamu harus
melakukan perbandingan antara sumber yang satu dengan yang
lain untuk mencari kebenaran. Jika dari bacaan yang kamu baca
ada dua atau lebih sumber yang menyatakan hal yang sama maka
bisa saja kita anggap sumber tersebut mendekati kebenaran.
50 Kelas X
4. Apabila di daerah tempat tinggal kamu terdapat peninggalan
sejarah yang diduga tinggalan masa praaksara, kamu bersama
teman-temanmu dapat mengunjungi situs tersebut untuk
meyakinkan pendapat kamu.
Setelah itu barulah kamu rumuskan dalam bentuk tulisan yang
runtut sekitar 3 – 5 lembar tulisan.
J. Kesimpulan
Setelah membaca secara keseluruhan bab ini marilah kita
sama-sama menyimpulkan nilai-nilai apa yang dapat dipetik dari
kehidupan masa lalu itu untuk kehidupan pada masa kini dan
masa mendatang. Untuk mempelajari sejarah awal ini ahli sejarah
bergantung pada disiplin arkeologi, geologi dan biologi dan cabangcabang
ilmu lainnya. Masa praaksara terbentang dari penemuan
manusia pertama di planet bumi ini hingga ditemukannya tulisan.
Cerita sejarahnya mulai sejak sekitar 500.000 atau barangkali
sekitar 250.000 tahun lalu. Periode ini, karenanya, merupakan
suatu tahapan sejarah paling tua dan terpanjang dalam sejarah
umat manusia, tidak terkecuali untuk sejarah Indonesia.
Pengetahuan tentang kehidupan manusia praaksara
menyediakan jawaban tentang asal-usul manusia dan kemanusiaan,
serta keberadaan manusia di dunia dalam mencapai impiannya dan
rintangan-rintangan yang dihadapinya. Pertanyaan tentang asal usul
dan eksistensi manusia selalu menggelitik benak manusia sepanjang
zaman, bahkan juga hari ini. Sebagai sebuah bangsa, pembelajaran
mengenai kehidupan manusia praaksara hendaknya menggugah
kita untuk memperbarui pertanyaan klasik seperti, dari manakah
kita berasal dan bagaimana evolusi perjalanan hidup manusia di
masa lalu hingga mencapai suatu tahap sejarah ke tahap berikutnya?
Sejarah Indonesia 51
Bagaimana mereka menemukan dirinya dan menjalani pengalaman
kolektif dari masa ke masa? Semakin sadar kita tentang asal usul
dan evolusi yang dijalani nenek moyang di masa lampau, semakin
ingat pula kita hendaknya tentang tugas dan tanggung jawab kita
sebagai seorang peserta didik yang akan membangun bangsa hari
ini dan ke depan.
Nenek moyang orang Indonesia di masa lampau telah menjalani
sejarah yang amat panjang dan berat dengan segala tantangan
zaman yang dihadapi pada masanya. Mereka telah mengalami
evolusi atau transformasi sedemikian rupa yaitu, dari nomaden
ke kehidupan menetap, dari hidup mengumpulkan makanan dan
berburu menjadi penghasil bahan makanan, dari ketergantungan
total pada alam dan teknologi bersahaja dalam bentuk manual
kepada upaya menciptakan alat yang kian lama kian canggih, dan
dari hidup berkelompok berdasarkan sistem kepemimpinan primus
interpares ke susunan masyarakat yang lebih teratur. Semua itu
berlangsung dengan cara yang tak mudah dan memakan waktu
yang lama, bahkan ribuan tahun.
Perubahan-perubahan itu tidak mengalir begitu saja,
tetapi mulai dari refleksi berpikir, gagasan hasil interaksi mereka
dengan alam sekitar. Kondisi lingkungan yang berat mengajarkan
bagaimana, misalnya, membuat alat yang tepat untuk memecahkan
persoalan yang dihadapi. Entah itu karena faktor alam atau cuaca
atau ancaman dari binatang buas. Dalam masyarakat manusia,
seperti halnya dengan hewan, generasi yang lebih tua meneruskan
tradisi dan pengalaman kolektif lewat contoh kepada yang lebih
muda. Dengan akumulasi pengalaman kolektif itu mereka belajar
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan.
Pencapaian prestasi yang diraih manusia modern dewasa ini
telah mengubah dunia dengan cara yang mungkin tak terbayangkan
oleh nenek moyang mereka di masa silam, tetapi energi yang telah
dihabiskan untuk menunjang kehidupan manusia pun semakin
besar. Kehidupan modern yang kini dinikmati manusia pun
52 Kelas X
sebenarnya telah dibayar dengan harga yang amat mahal dengan
besarnya energi yang telah dikuras oleh manusia, baik itu yang
tidak terperbaharui (antara lain minyak bumi, gas, dan batubara)
maupun yang terperbaharui (kayu dan hutan). Karena itu, seorang
ahli ilmu hayat Tim Flannery menyebut manusia homo sapiens
zaman modern berbeda dengan nenek moyang mereka, karena
mereka tidak lain adalah “pemangsa masa depan”. Julukan ini
tidak salah apabila kita menghitung kembali kerusakan lingkungan
yang diakibatkan oleh eksploitasi manusia hingga saat ini. Bahkan,
sumberdaya alami (antara lain tambang mineral, bahan bakar fosil,
keindahan alam, hutan tropis, sumber daya lautan) yang seharusnya
bukan menjadi hak manusia saat ini, tetapi warisan bagi anak-cucu
di masa mendatang, sudah mulai dimanfaatkan atau malah sudah
dimakan habis.
Kekayaan sumber kearifan lokal zaman praaksara
menyediakan inspirasi dan sekaligus peringatan bagi generasi kita
bagaimana hubungan harmoni antara manusia dan alam tidak
perlu menimbulkan malapetaka bagi manusia lain. Kekayaan
alam pikir manusia praaksara jelas merupakan kearifan lokal yang
harus terus menerus digali lagi dan bukan diremehkan. Mitosmitos
tentang awal penciptaan dunia dan asal-usul manusia
dengan cerita yang berbeda-beda di berbagai suku bangsa, tidak
hanya mengandung nilai pelajaran di dalamnya, tetapi juga, kalau
ditelusuri lebih jauh, membawa pesan-pesan rasional yang sering
disampaikan secara simbolik. Maka, di saat manusia modern hidup
semakin individualistik, semakin terasa pula kebutuhan untuk
menegakkan nilai-nilai kearifan lokal. Entah itu yang namanya
berupa gotong royong, kekeluargaan dan kebersamaan. Itulah
kebiasaan nenek moyang, misalnya, dalam rangka membangun
kampung, mendirikan bangunan-bangunan dari batu besar atau
megalitik. Kebiasaan semacam ini sampai sekarang masih dapat
dirasakan di dalam kehidupan masyarakat tradisional, seperti di
Nias, Toraja, dan Ngada. Tidak jarang pula para pemimpin kelompok
Sejarah Indonesia 53
sosial mengadakan pestajasa sebagai bukti bahwa mereka dapat
memberikan kesejahteraan bag i anggota masyarakatnya. Semua
anggota masyarakat ikut terlibat dan secara bersama-sama
melaksanakan upacara-upacara. Masyarakat yang telah merasakan
kesejahteraan yang diberikan pemimpin akan membalas jasa itu
dengan bergotong royong mengangkut dan mendirikan batu
tegak (prasasti) bagi pemimpinnya. Di masa lampau, sifat gotong
royong itu, tidak saja terlihat dalam mendirikan bangunan megalitik
tetapi juga untuk pendirian rumah, upacara syukuran panen,
serta upacara kematian. Apa pun bentuknya, pengalaman kolektif
manusia praaksara adalah akar tunggang dari budaya Nusantara,
yang tentunya dapat memperkuat budaya Indonesia modern dalam
mengarungi globalisasi abad ke-21 ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar