Jumat, 11 Juli 2014

Keadaan Alam dan Perkembangan Mahluk Hidup

A. Keadaan Alam dan Perkembangan Makhluk Hidup
Berdasarkan geologi (ilmu yang mempelajari lapisan kulit bumi), sejak mulai
terjadinya bumi sampai sekarang, dapat dibagi menjadi beberapa zaman sebagai berikut.
1. Zaman Azoikum
Zaman ini berlangsung kurang lebih 2500 juta tahun. Kulit bumi masih
sangat panas karena masih dalam proses pembentukan. Oleh karena itu, pada
zaman ini belum ada tanda-tanda kehidupan.
2. Zaman Paleozoikum
Zaman ini berlangsung kurang lebih 340 juta tahun. Keadaan masih belum
stabil, iklim masih berubah-ubah dan curah hujan sangat besar. Akan tetapi
pada zaman ini mulai ada tanda-tanda kehidupan seperti makhluk bersel satu,
hewan-hewan kecil yang tidak bertulang punggung, jenis-jenis ikan, amfibi dan
reptil. Ada pula jenis tumbuh-tumbuhan ganggang dan rerumputan. Zaman ini
juga disebut Zaman Primer (Zaman Pertama).
3. Zaman Mesozoikum
Zaman ini berlangsung kurang
lebih 140 juta tahun. Zaman ini juga
disebut Zaman Sekunder (Zaman
Kedua). Pada zaman ini, beberapa
jenis amfibi tumbuh menjadi besar
sekali bahkan ada yang melebihi
seekor buaya. Demikian juga reptil
mencapai bentuk yang sangat besar
seperti Dinosaurus, Tyranosaurus
dan Brontosaurus. Ada pula reptil
yang memiliki sayap dan mampu
terbang berjam-jam di udara untuk mencari mangsa. Salah satu jenis reptil ini
adalah Pteranodon. Oleh karena zaman ini berkembang berbagai jenis reptil, maka
zaman ini disebut juga Zaman Reptil. Pada akhir zaman Mesozoikum, hewan
sejenis mamalia sudah mulai ada.
4. Zaman Neozoikum
Zaman ini merupakan zaman kehidupan baru. Zaman ini berlangsung
kurang lebih 60 juta tahun yang lalu sampai sekarang. Zaman Neozoikum dibagi
atas dua zaman, yakni Zaman Tersier dan Zaman Kwarter.
a. Zaman Tersier (Zaman Ketiga)
Zaman ini dibagi menjadi beberapa masa, yaitu Paleosen, Eosen,
Oligosen, Miosen, dan Pliosen. Pada Zaman Tersier, binatang-bintang
menyusui berkembang pesat; sedangkan reptil-reptil raksasa lambat laun
lenyap. Pada zaman Pliosen, makhluk primata (binatang menyusui serupa
kera) mulai nampak. Pada zaman ini pula hidup hewan yang lebih besar
daripada gorilla yang disebut Gigantrhopus (Kera Manusia Raksasa).
Gigantrhopus hidup berkelompok sehingga mereka bisa berkembang biak
dan menyebar dari Afrika ke Asia Selatan dan Asia Tenggara. Selain
Gigantrhopus, juga hidup mahkluk lain yang disebut Austalopithecus (Kera
Manusia dari Selatan) yang ditemukan di Afrika Selatan dan Afrika Timur,
sedangkan di Kalimantan Barat dari kala Eosen akhir ditemukan fosil hewan
vertebrata, yaitu Anthracotherium dan Choeromous (sebangsa babi hutan)
yang juga ditemukan di Asia. Penemuan fosil ini membuktikan bahwa
zaman Eosen akhir, Kalimantan Barat bergabung dengan daratan Asia.
b. Zaman Kuarter (Zaman Keempat)
Zaman ini mulai sejak sekitar 600.000 tahun yang lalu, dibagi menjadi
dua kala, yaitu kala Pleistosen (Dilivium) dan kala Holosen (Alluvium).
1) Kala Pleistosen
Kala Pleistosen berlangsung sekitar 600.000 tahun yang lalu. Kala
Pleistosen menjadi sangat penting, karena pada masa ini mulai muncul
manusia purba. Keadaan alam kala ini masih liar dan lebih karena silih
bergantinya dua zaman, yaitu zaman Glasial dan zaman Interglasial.
Zaman Glasial adalah zaman meluasnya lapisan es di kutub utara,
sehingga Eropa dan Amerika bagian utara tertutup es. Permukaan air
laut turun disertai naiknya di beberapa tempat karena pergeseran bumi,
Indonesia menjadi kering, sehingga muncul Sunda Plat dan Sahul Plat.
Sumatra, Jawa, Kalimantan dan Malaysia Barat bergabung menjadi
satu benua dengan benua Asia. Kalimantan Utara bergabung dengan
Filipina dan Taiwan (Formusa) terus ke benua Asia. Begitu juga
Sulawesi mulai Minahasa, Pulau Sangir bergabung ke Filipina.
Zaman Interglasial adalah zaman di antara dua zaman Es. Temperatur
naik sehingga lapisan es di kutub utara mencair, akibatnya permukaan
air laut naik dan terjadi banjir besar-besaran di berbagai tempat.
Hal ini menyebabkan banyak daratan terpisah-pisah oleh lautan dan
selat.
Pada kala Pleistosen ini, hanya
hewan-hewan yang berbulu tebal yang
mampu bertahan hidup. Salah satunya
adalah Mammoth (gajah berbulu tebal).
Hewan yang berbulu tipis pindah ke
daerah tropis. Perpindahan binatang dari
Asia Daratan ke Pulau Jawa, Sulawesi
dan Filipina ada yang melalui Jalan Barat,
yakni melalui Malaysia ke Jawa. Ada juga
yang melalui Jalan Timur, yakni Formusa,
Filipina ke Sulawesi. Garis Wallace
adalah garis daratan selat Makasar dan
Lombok yang merupakan batas antara
dua jalan penyebaran binatang tersebut.
Selain itu, juga terjadi perpindahan manusia purba dari Asia ke
Indonesia. Hal ini terbukti dengan ditemukannya dalam jumlah besar
Sinanthropus Pekinesis di Peking, Cina yang sejenis dengan Pithecanthropus
Erectus dari Trinil Ngawi. Demikian pula, alat-alat Pacitan
ditemukan pula di Cina, Birma dan Malaysia. Homo Wajakensis yang
merupakan nenek moyang bangsa Australoid pada kala Pleistosen
Tengah dan Pleistosen Atas menyebar dari Asia ke selatan.
2) Kala Holosen
Pada awal kala Holosen, sebagian besar es di kutub sudah lenyap,
sehingga permukaan air laut naik lagi. Tanah-tanah rendah di daerah
Paparan Sunda dan Paparan Saul tergenang air dan menjadi laut
transgresi. Dengan demikian, muncullah pulau-pulau di Nusantara.
Manusia purba lenyap dan muncullah manusia cerdas (Homo Sapiens)
seperti manusia sekarang.
B. Kronologis Perkembangan Biologis Manusia
1. Asal Usul Manusia
Menurut penyelidikan para ahli, sebelum ada manusia seperti sekarang ini,
telah ada makhluk pendahulu manusia yang disebut Australopithecus, artinya
kera dari selatan. Mereka hidup antara 8 juta – 2 juta tahun yang lalu. Keadaannya
mirip dengan kera, tetapi jalannya tegak seperti manusia. Mereka adalah jenis
pemakan tumbuh-tumbuhan dan daging (omnivorus). Mereka hidup di padangpadang
terbuka dan bertempat tinggal di gua-gua.
Dalam teori evolusinya, Charles Darwin (1809-1882) mengatakan bahwa
manusia dan kera adalah satu keturunan. Teori ini dikemukakan pada tahun 1864.
Namun, pada waktu itu belum dapat ditemukan bukti, sehingga terdapat apa yang
disebut missing link, artinya mata rantai yang hilang. Ketika E. Dubois menemukan
jenis mahkluk purba Pithecanthropus Erectus (1890), di Trinil, Ngawi lembah
Bengawan Solo, penemuannya dianggap sangat penting. Sebab, makhluk ini
dianggap sebagai missing link seperti yang dikemukakan oleh para ahli.
Berdasarkan penyelidikan dapat diketahui bahwa jenis manusia ini mempunyai
isi atau volume otak 900 cc. Duduk kepalanya di atas leher, tulang keningnya
menonjol ke muka, bagian hidung bergandeng menjadi satu. Ciri-ciri lainnya,
tulang dahinya lurus ke belakang, tulang kakinya sudah cukup besar, gerahamnya
masih besar. Dari ciri-ciri tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa jenis manusia
itu merupakan makhluk yang kedudukannya antara manusia dan kera, tetapi
sudah dapat berjalan tegak. Penemuan tersebut dalam dunia pengetahuan dianggap
sangat penting karena menjadi bukti dan dapat memecahkan permasalahan
yang dikemukakan oleh Charles Darwin dalam Teori Evolusinya.
Ditinjau dari sudut biologi (ilmu hayat), manusia merupakan salah satu dari
sejuta lebih jenis makhluk yang ada dan termasuk golongan binatang menyusui
atau mamalia. Dalam kelas mamalia yang merupakan kelas besar dapat dibagi
atas suku diantaranya ada yang disebut suku Primat. Termasuk dalam suku
Primat adalah manusia jenis kera, mulai dari yang kecil (Tarsii) sampai pada
yang besar, seperti Gorila dan manusia masuk di dalamnya.
Suku Primat terbagi ke dalam subsuku, yaitu subsuku Prosimii dan subsuku
Anthropoid. Para ahli biologi menempatkan manusia ke dalam suku-suku
Anthropoid, yang kemudian masih dibagi lagi menjadi tiga infrasuku, yaitu
infrasuku Ceboid, infrasuku Cercopithecoid, dan infrasuku Hominoid. Dalam
infrasuku Ceboid termasuk semua jenis kera, baik yang telah punah maupun
yang sekarang masih hidup di daerah khatulistiwa, khususnya di benua Amerika;
dalam infrasuku Cercopithecoid termasuk semua jenis kera, baik yang telah
punah maupun yang sekarang hidup di kawasan tropis benua Asia dan Afrika;
dan dalam infrasuku Hominoid termasuk semua jenis kera besar dan manusia.
Infrasuku Hominoid kemudian secara lebih khusus dibagi lagi ke dalam dua
keluarga, yaitu Pongidae dan Hominidae. Keluarga Pongidae adalah beberapa
jenis kera besar yang hidupnya terutama di daerah Asia dan Afrika (misalnya
kera Gibbon, Orangutan, Simpanse dan Gorila) sedangkan keluarga Hominidae
adalah manusia purba jenis Pithecantropus dan Neandertal, serta manusia yang
ada sekarang yang disebut Homo Sapiens, artinya manusia cerdas. Fosil jenis
Pithecantropus ditemukan di Jawa, sedangkan fosil jenis Neandertal ditemukan
di Dusseldorf di Jerman. Secara lebih khusus Homo Sapiens terbagi ke dalam
empat ras, yakni ras Australoid, ras Mongoloid, ras Caucasoid, dan ras Negroid.
2. Perkembangan Biologis Manusia Indonesia
Secara khusus perkembangan kronologis biologis manusia Indonesia dapat
dikemukakan sebagai berikut.
Di Indonesia, khususnya di Jawa, ditemukan beberapa jenis manusia purba
pada berbagai lapisan pleistosen. Menurut letaknya, pada pleistosen yang paling
bawah hingga pleistosen yang paling atas, maka dapat disusun fosil-fosil manusia
tersebut menurut evolusinya dari bentuk yang paling sederhana sampai dengan
yang paling maju
3. Nenek Moyang Bangsa Indonesia
Menurut pendapat sarjana Kern
dan Heine Geldern, nenek moyang
bangsa kita berasal dari daratan
Asia. Mula-mula nenek moyang kita
mendiami daerah Yunnan (Cina
Selatan), kemudian pindah ke selatan
(India Belakang). Oleh suatu sebab
yang belum diketahui hingga saat
ini, mereka kemudian pindah lagi.
Perpindahan tersebut diperkirakan
terjadi antara tahun 2000 SM
hingga tahun 300 SM dan berlangsung
secara bergelombang. Gerak
tujuan perpindahan mereka ke
pulau-pulau di sebelah selatan daratan Asia. Pulau-pulau itulah yang kemudian
menjadi tanah airnya yang terakhir. Dengan rakit dan perahu cadik mereka
mengarungi lautan selatan yang luas
dan akhirnya sampailah di tanah
pusaka Nusantara.
Pulau-pulau di sebelah selatan
daratan Asia tersebut lazim disebut
dengan nama Austronesia (Austro =
selatan, nesos = pulau). Bangsa yang
mendiami daerah Austronesia disebut
bangsa Austronesia. Bangsa
Austronesia mendiami daerah yang
sangat luas, yaitu meliputi daerahdaerah
atau pulau-pulau yang mem-
bentang antara Madagaskar (sebelah barat) hingga Pulau Paska (sebelah timur)
dan antara Taiwan (sebelah utara) hingga Selandia Baru (sebelah selatan).
Bangsa Austronesia yang masuk ke Indonesia disebut Bangsa Melayu.
Mereka adalah nenek moyang langsung bangsa Indonesia sekarang. Bangsa
Melayu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Bangsa Proto Melayu (bangsa
Melayu Tua) dan Bangsa Deutero Melayu (bangsa Melayu Muda)
a. Bangsa Proto Melayu (Bangsa Melayu Tua)
Kira-kira pada tahun 1500 SM bangsa Proto Melayu masuk ke
Indonesia. Bangsa Proto Melayu memasuki Indonesia melalui dua jalur/
jalan, yakni jalan barat, yaitu melalui Malaya – Sumatra dan jalan timur, yaitu
melalui Pilipina – Sulawesi Utara.
Bangsa Proto Melayu memiliki kebudayaan yang setingkat lebih tinggi
daripada kebudayaan Homo Sapiens Indonesia. Kebudayaan mereka adalah
kebudayan batu-baru atau Neolitikum (neo = baru, lithos = batu). Meskipun
barang-barang hasil kebudayaan mereka masih terbuat dari batu, tetapi telah
dikerjakan dengan baik. Barang-barang hasil kebudayaan yang terkenal ialah
kapak persegi dan kapak lonjong.
Kebudayaan kapak persegi dibawa oleh bangsa Proto Melayu yang
melalui jalan barat, sedangkan kebudayaan kapak lonjong dibawa melalui
jalan timur. Bangsa Proto Melayu akhirnya terdesak dan bercampur dengan
bangsa Deutero Melayu yang kemudian menyusul masuk ke Indonesia.
Bangsa Indonesia sekarang yang termasuk keturunan bangsa Proto Melayu,
misalnya suku bangsa Batak, Dayak, dan Toraja.
b. Bangsa Deutero Melayu (Bangsa Melayu Muda)
Kira-kira tahun 500 SM, nenek moyang kita gelombang ke dua mulai
memasuki Indonesia. Bangsa Deutero Melayu memasuki Indonesia melalui
satu jalan saja, yaitu jalan barat (yakni melalui Malaya – Sumatera ). Menurut
N. Daldjoeni (1984), bangsa Deutero Melayu atau Melayu Muda ini berasal
dari Dongson di Vietnam Utara, sehingga mereka ini kadang kala disebut
orang-orang Dongson. Mereka telah memiliki kebudayaan yang lebih tinggi
daripada bangsa Proto Melayu. Peradaban mereka ditandai dengan
kemampuan mengerjakan logam dengan sempurna. Barang-barang hasil
kebudayaan mereka telah terbuat dari logam. Mula-mula dari perunggu dan
kemudian dari besi. Hasil kebudayaan logam di Indonesia yang terpenting
ialah kapak corong atau kapak sepatu dan nekara. Di bidang pengolahan
tanah, mereka telah sampai pada usaha irigasi atas tanah-tanah pertanian
yang berhasil mereka wujudkan, yakni dengan membabad hutan terlebih
dahulu. Sudah selayaknya mereka mencari daerah-daerah seperti di Jawa
dan pantai-pantai Sumatra untuk digarap seperti di negeri asal mereka.
Mereka juga telah mengenal perikanan laut dan pelayaran, sehingga rute
perpindahan ke Nusantara juga memanfaatkan jalan laut. Bangsa Indonesia
sekarang yang termasuk keturunan bangsa Deutero Melayu, misalnya suku
bangsa Jawa, Madura, Menado dan Melayu (Sumatra, Kalimantan dan
Malaka).
Selanjutnya berdasarkan perbedaan ras, manusia ( penduduk ) Indonesia
awal paling tidak ada 4 (empat) ras, yaitu Manusia Purba, Ras Weddid
(Wedda), Ras Papua – Melanesoida (Negrito), dan Ras Melayu (Austronesia).
C. Penelitian Manusia Purba
Sesungguhnya, kita bangsa Indonesia boleh bangga karena temuan-temuan
manusia-manusia purba di Indonesia. Dengan ditemukannya manusia-manusia
purba di Indonesia (khusunya di Jawa), membuat Indonesia menjadi terkenal dan
penting bagi penelitian sejarah kehidupan dan perkembangan manusia di masa
lampau. Oleh karena banyaknya temuan fosil manusia purba di Indonesia, maka
Indonesia sering mendapat julukan museum manusia purba dunia.
Peneliti pertama yang datang di Indonesia ialah seorang dokter Belanda bernama
Eugene Dubois. Di Jawa, ia berhasil menemukan fosil tengkorak manusia purba di
dekat desa Trinil, Ngawi, Jawa Timur (tahun 1889) yang diberi nama Pithecantropus
Erectus.
Penelitian Eugene Dubois ini sangat menggemparkan dunia ilmu pengetahuan,
khususnya paleoantropologi dan biologi. Hasil penelitian tersebut kemudian
dipublikasikan ke luar negeri, sehingga mengakibatkan studi tentang manusia purba
lebih banyak lagi dilakukan oleh para ahli untuk menemukan fosil manusia purba di
Indonesia.
Berikutnya GHR. Von Koenigswald, pada tahun 1931-1933 berhasil menemukan
manusia purba di Ngandong (Kabupaten Blora) yang diberi nama Homo
Soloensis. Pada tahun 1936 Von Koenigswald berhasil menemukan fosil tengkorak
kanak-kanak di desa Perning dekat Mojokerto yang diberi nama Homo Mojokertensis.
Selanjutnya, pada tahun 1941 Von Koenigswald berhasil menemukan fosil rahang
bawah yang sangat besar yang kemudian diberi nama Megantropus Paleojavanicus.
1. Jenis-Jenis Manusia Purba
Dari beberapa temuan fosil manusia purba, maka dapat dikemukakan
adanya beberapa jenis manusia purba di Indonesia.
a. Megantropus Paleojavanicus
Megantropus Paleo Javanicus, berasal dari kata mega : besar, Paleo :
tua dan Java : Jawa, yang berarti manusia besar/raksasa yang diperkirakan
manusia pertama yang hidup di Jawa. Megantropus diketemukan di
Sangiran pada lapisan pleistosen bawah pada tahun 1941 oleh Von
Koeningswald.
Ciri yang menonjol pada Meganthropus ialah rahangnya kuat dan
gerahamnya besar-besar dengan badan yang tegap. Rahangnya menunjukkan
bahwa ia mempunyai otot-otot kunyah yang sangat kukuh, dengan
tulang pipi yang tebal, tonjolan kening yang menyolok dan tonjolan belakang
kepala yang tajam dan besar untuk otot-otot tengkuk yang kuat. Dagu tidak
ada pada Meganthropus. Makanan dimungkinkan terutama tumbuh-tumbuhan
dan buah-buahan. Hidupnya antara 2 hingga 1 juta tahun yang lalu.
b. Pithecantropus
Fosil jenis Pithecantropus ini ternyata paling banyak ditemukan di
Indonesia, sehingga dapat dikatakan bahwa kala pleistosen di Indonesia
didominasi oleh manusia Pithecantropus. Pithecantropus hidup di kala
pleistosen awal, tengah, dan akhir. Sisa-sisanya dapat ditemukan di Mojokerto,
Kedungbrubus, Trinil, Sangiran, Sambungmacan, dan Ngandong. Hidupnya
di lembah-lembah atau di kaki pegunungan dekat perairan darat di Jawa
Tengah dan Jawa Timur, yang mungkin merupakan padang rumput
dengan pohon-pohon yang jarang.
Pithecantropus mempunyai ciri-ciri antara lain tinggi tubuh berkisar
antara 165 – 180 cm dengan badan dan anggota badan yang tegap, tetapi
tidak setegap Meganthropus. Alat pengunyahnya juga tidak sehebat
Meganthropus. Dagu belum ada dan hidungnya lebar. Volume otaknya
berkisar antara 750 – 1300 cc. Pithecantropus hidup antara 2 juta – 200.000
tahun yang lalu. Jenis-jenisnya antara lain:
1) Pithecantropus Mojokertensis, artinya manusia kera dari Mojokerto,
ditemukan oleh Von Koenigswald di Mojokerto tahun 1936 pada lapisan
pleistosen bawah.
2) Pithecantropus Robustus, artinya
manusia kera yang perkasa; ditemukan
oleh Von Koenigswald dan F.Weidenrich
pada tahun 1939 ada pada lapisan
pleistosen tengah di lembah Bengawan
Solo, Sangiran, Jawa Tengah.
3) Pithecantropus Erectus, (pithecos =
kera; Erectus = berdiri tegak; manusia
kera berjalan tegak), artinya manusia
kera yang berjalan tegak, yang ditemukan
oleh Eugene Dubois pada tahun
1890 di Kedung Brubus, Trinil, Ngawi
di tepi sungai Bengawan Solo yang ada
pada lapisan pleistosen tengah. Jenis
manusia ini mempunyai isi atau volume
otak 900 cc. Duduk kepalanya di atas
leher, tulang keningnya menonjol ke
muka, bagian hidung bergandeng menjadi
satu. Ciri-ciri lainnya, tulang dahinya
lurus ke belakang, tulang kakinya sudah cukup besar, gerahamnya
masih besar.Tinggi berkisar antara 165 – 170 cm dan berat badannya
sekitar 100 kg.
Di daratan Asia, jenis Pithecantropus ini ditemukan di gua-gua di Chuokoutien,
Peking, Cina; maka dikenal dengan nama Pithecantropus/
Sinanthropus Pekinensis (manusia kera dari Peking). Di Afrika ditemukan
di Kenya dan dikenal dengan sebutan Austrolopithecus Africanus.
Pithecantropus masih hidup berburu dan mengumpulkan makanan.
Mereka belum dapat memasak, jadi makanan dimakan tanpa terlebih dahulu
dimasak. Mereka tinggal di tempat-tempat terbuka dan selalu hidup berkelompok.
c. Homo
Jenis manusia Homo berasal dari lapisan pleistosen atas, lebih muda
dari jenis-jenis manusia sebelumnya. Homo mempunyai ciri-ciri yang lebih
progresif dari pada Pithecanthropus. Isi otaknya antara 1000-1200 cc, dengan
rata-rata 1350-1450 cc. Tinggi tubuhnya juga bervariasi antara 130-150 cm,
demikian pula beratnya antara 30-150 kg. Otaknya lebih berkembang,
terutama kulit otaknya. Bagian belakang tengkorak, juga membulat dan tinggi,
otak kecilnya sudah berkembang dan otot-otot tengkuk sudah banyak
mengalami reduksi. Ini disebabkan oleh alat pengunyahnya yang menyusut
lebih lanjut, gigi mengecil demikian pula rahang, serta otot-otot kunyahnya
dan muka tidak begitu menonjol lagi ke depan. Letak tengkorak di atas tulang
belakang sudah lebih seimbang. Berjalan dan berdiri lebih sempurna dan
koordinasi otot sudah jauh lebih sempurna. Jenis ini antara lain:
1) Homo Soloensis, artinya manusia dari Solo, yang ditemukan di Ngandong
lembah sungai Bengawan Solo oleh Von Koenigswald pada tahun 1931-
1934.
2) Homo Wajakensis, artinya manusia dari Wajak, yang ditemukan di lembah
sungai Brantas, Wajak, Tulungagung, Jawa Timur oleh Eugene Dubois
pada tahun 1889. Homo Wajakensis hidup antara 25.000-40.000 tahun
yang lalu
d. Homo Sapiens
Homo Sapiens artinya manusia cerdas, yang ditemukan di Wajak,
Tulungagung, Jawa Timur oleh Von Rietschoten pada tahun 1892. Jenis
homo Sapiens berasal dari zaman Holosen atau Alluvium yang hidup kurang
lebih 20.000 tahun yang lalu. Kehidupan manusia ini sudah lebih maju
dari manusia pendahulunya; mereka sudah pandai memasak, menguliti
binatang buruannya dan kemudian membakarnya.
2. Peta Temuan Manusia Purba
Tanah air kita terutama di daerah lembah sungai Bengawan Solo dan sungai
Brantas, merupakan salah satu
daerah temuan fosil manusia purba
di Indonesia. Penggalian-penggalian
yang dilakukan pada tahun 1890
berhasil menemukan fosil di daerah
lembah sungai Bengawan Solo,
terutama di daerah Sangiran, Ngandong,
dan Trinil. Temuan fosil di
daerah ini termasuk jenis Pithecanthropus
Erectus dan Homo Soloensis.
Demikian juga peng-galian di daerah Mojokerto tahun 1936 berhasil menemukan jenis Homo Mojokertensis
dan penggalian di daerah Kediri Selatan tepatnya di desa Wajak pada tahun
1889 dan tahun 1935 yang berhasil menemukan Homo Wajakensis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar